Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Kuliah Makin Melambung

Kompas.com - 01/05/2010, 14:32 WIB

Oleh Dwi Bayu Radius

Denay Lesmana (42) mengaku pusing bukan main. Anaknya, Rinda Tursya (18), baru saja lulus SMA Negeri 3 Bandung. Biaya masuk perguruan tinggi yang mencapai jutaan bahkan puluhan juta rupiah pun terus berputar-putar dalam benak Denay.

Baguslah anak saya lulus. Rencananya, Rinda mau masuk ITB (Institut Teknologi Bandung). Mau ambil (Jurusan) Teknologi Informasi," katanya.

Denay sangat berharap Rinda bisa lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), yang biayanya lebih ringan. "Kalau jalur khusus, wah, kayaknya enggak deh. Mahal. Kalau enggak lulus SNMPTN, lihat nanti. Cari perguruan tinggi swasta yang murah saja," katanya.

Denay yang hanya pegawai swasta stasiun radio itu tidak yakin mampu mengeluarkan biaya untuk universitas papan atas, atau jalur khusus perguruan tinggi negeri. "Saya dengar, jalur khusus bisa mencapai Rp 50 juta, bahkan ada yang Rp 100 juta. Apalagi swasta, lebih besar lagi," katanya.

Warga Ujungberung, Bandung, itu tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, ia berharap perguruan tinggi bisa memberi keringanan. "Soal besarnya uang masuk perguruan tinggi saya ikuti saja, tapi mungkin bisa diberi kemudahan, misalnya dengan dicicil," katanya.

Sementara itu, Teddy Sutandi (45) juga mengaku bingung memikirkan biaya masuk perguruan tinggi yang kian membubung. Anaknya, Alifa Aprilianti (17), baru lulus SMA Negeri 8 Bandung. Nilai kelulusan Alifa memang cukup menggembirakan yaitu 52.

"Alifa maunya melanjutkan ke Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran," kata Teddy. Menurut warga Buahbatu, Bandung, itu, jika tak tembus SNMPTN, Alifa berencana mengambil jurusan yang sama di Universitas Maranatha.

"Pusing juga kalau memikirkan biaya masuk perguruan tinggi swasta. Saya tidak tahu jumlahnya, tapi diusahakan dulu saja," kata pastry chef Grand Hotel Preanger itu. Ia berharap, nilai Alifa yang cukup bagus itu bisa menjadi bekal untuk bisa melalui SNMPTN. Terlalu berat

Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan mengatakan, biaya masuk perguruan tinggi yang bukan melalui jalur SNMPTN di Kota Bandung saat ini rata-rata sekitar Rp 20 juta. Biaya itu dianggap terlalu berat oleh mayoritas masyarakat.

"Gaji guru yang sudah mencapai golongan IV/a saja hanya Rp 3,5 juta per bulan. Setengah tahun menabung tanpa belanja baru cukup membiayai anaknya kuliah," katanya.

Perguruan tinggi negeri yang dulu menjadi tumpuan karena biaya pendidikan yang murah kini semakin sulit diharapkan. Selain persaingan SNMPTN sudah begitu ketat, biaya via jalur khusus juga kian melambung.

"Kondisi pendidikan sekarang sudah sangat tidak adil. Apakah masyarakat tak mampu harus mengambil kredit selama lima tahun untuk membiayai kuliah anaknya," katanya. Suku bunga kredit perbankan saat ini pun dinilai sangat memberatkan.

Iwan mengatakan, biaya masuk sebagian perguruan tinggi swasta saat ini justru sudah mulai lebih murah dibandingkan negeri. "Kurang dari Rp 10 juta, lulusan SMA sekarang sudah bisa masuk ke perguruan tinggi swasta yang cukup baik untuk jurusan tertentu," katanya.

Kondisi itu menggambarkan situasi yang terbalik dibandingkan sebelum jalur khusus ramai diberlakukan sejak sekitar lima tahun lalu. "Dulu di perguruan tinggi swasta lebih mahal. Sekarang karena mutu perguruan tinggi negeri dikenal baik, jadi biaya masuknya lebih besar," katanya.

Iwan mengatakan, pihaknya mengkritisi mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi. Ia meminta perguruan tinggi negeri tidak mematok biaya dengan sewenang-wenang. "Kemampuan masyarakat belum sebanding dengan biaya kuliah yang selangit itu," ujarnya.

Akhirnya, mereka yang bisa menikmati pendidikan adalah kalangan atas. Pemerintah diharapkan menyusun peraturan tentang standar biaya perguruan tinggi. "Kebebasan otonomi kampus bukan berarti tidak menjadi soal untuk menetapkan biaya kuliah setinggi mungkin," ujarnya. Tidak memadai

Rektor Unpad Ganjar Kurnia mengungkapkan, sumbangan pengembangan pendidikan (SPP) Unpad sebenarnya tidak memadai. Jumlah SPP mahasiswa dari jalur Seleksi Masuk Unpad (SMUP) dan SNMPTN tidak berbeda, yakni Rp 2 juta per semester.

"Idealnya, SPP setiap mahasiswa mencapai Rp 18 juta per tahun. Kalau dikatakan mahal, diukur dari apa. Jadi, biayanya memang tinggi, tapi dana tidak ada," katanya.

Biaya itu belum termasuk uang masuk yang diakui memang tinggi. Dana yang dibutuhkan untuk diterima di Fakultas Kedokteran jalur SMUP, misalnya, mencapai Rp 175 juta, Fakultas Ilmu Komunikasi Rp 40 juta, dan Fakultas Sastra Rp 10 juta.

Adapun biaya masuk mahasiswa jalur SNMPTN untuk semua fakultas Rp 6 juta yang terdiri dari uang penyelenggaraan pendidikan Rp 2 juta, dana mahasiswa Rp 2 juta, dan SPP untuk semester pertama Rp 2 juta. SMUP adalah jalur mandiri yang diselenggarakan Unpad sehingga biayanya lebih besar. Ganjar menuturkan, pihaknya membantu mereka yang kurang mampu justru dengan SMUP. Jika berasal dari keluarga mapan, calon mahasiswa sebaiknya masuk melalui jalur itu.

"Mereka yang lebih mampu dari sisi finansial bisa lulus SNMPTN. Tapi, peluang calon mahasiswa yang kurang mampu akan lebih kecil," kata Ganjar. Setiap tahun jumlah mahasiswa Unpad yang masuk SNMPTN sekitar 3.700 orang dan melalui SMUP 3.200 orang.

Menurut Ganjar, keringanan biaya juga disediakan dengan beasiswa dari Kementerian Pendidikan Nasional, yakni melalui Bidik Misi untuk 500 mahasiswa Unpad tak mampu mulai tahun ajaran 2010/2011. Mereka sepenuhnya dibebaskan dari SPP, bahkan diberi uang bulanan Rp 500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com