Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep Badan Hukum Pendidikan di Simpang Jalan

Kompas.com - 04/05/2010, 13:23 WIB

Otonomi kampus kini di simpang jalan. Maret lalu, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Pembatalan itu dikhawatirkan menghambat sejumlah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, dalam pengembangan potensi sumber daya secara mandiri.

Selain cenderung menyeragamkan bentuk kelembagaan perguruan tinggi, keberatan atas UU BHP itu juga pada dampak komersialisasi pendidikan akibat diserahkannya tanggung jawab pendidikan dari negara kepada masyarakat. MK menilai UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak punya kekuatan mengikat.

Praktis, secara hukum penyelenggaraan pendidikan kini bergantung pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan yang merupakan pelaksanaan dari UU No 20/2003. Namun, dalam peraturan itu kebijakan tata kelola perguruan tinggi dan BHP belum diatur secara khusus.

Hal itu merupakan benang merah dalam diskusi rektor mengenai kevakuman UU BHP di Grha Kompas Gramedia, Bandung, Senin (3/5). Tanpa payung hukum perundangan BHP, otonomi penyelenggaraan pendidikan di tujuh perguruan tinggi badan hukum milik negara (BHMN) dikhawatirkan terkendala. PT itu, antara lain, Institut Teknologi Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Institut Pertanian Bogor.

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UPI Astim Riyanto, terdapat empat bidang otonomi pendidikan yang harus dipertahankan demi pengembangan perguruan tinggi. Keempat bidang itu adalah pengelolaan sumber daya manusia, keilmuan, tata kelola, dan keuangan.

"Dengan otonomi, keempat bidang itu berjalan cepat. Misalnya, membuat program studi tidak harus ke kementerian dan tidak politis. Cukup dengan senat akademik, guru besar, dan sivitas akademika," kata Astim.

Secara hukum, pembatalan UU BHP tidak serta-merta mengubah status BHMN. Meski demikian, menurut dia, payung hukum berbentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tetap diperlukan demi menjamin pelaksanaan otonomi pendidikan. Saat ini tengah dibahas naskah akademik perppu tentang penyelenggaraan pendidikan. Perppu itu akan mengatur kelembagaan perguruan tinggi secara khusus, yakni berbentuk BHMN, badan layanan umum (BLU), atau non-BLU.

Hal senada diungkapkan Rektor ITB Akhmaloka. Menurut dia, pengembangan ilmu dan teknologi mustahil tanpa penelitian dan kerja sama dengan dunia industri. Perguruan tinggi sebagai knowledge producing lebih leluasa menjalankan dua kegiatan itu melalui otonomi.

Imbas pada PTS

Menyoroti UU BHP, Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia Rully Indrawan mengkritik UU itu terlalu bias perguruan tinggi negeri, sementara perguruan tinggi swasta (PTS) cenderung tidak diperhatikan. Pembatalan UU BHP tidak akan berdampak besar pada PTS mengingat selama ini PTS cenderung lebih mandiri dalam pengelolaan sumber daya dan keuangan.

"Namun, saya memberi masukan untuk perppu supaya lebih adaptif, terutama dengan UU Guru dan Dosen, UU Yayasan, UU Ketenagakerjaan, dan Keppres No 80/2003," kata Rully.

UU Ketenagakerjaan, misalnya, berpotensi menyulitkan perguruan tinggi dalam sistem penggajian karyawan. Tidak semua PTS mampu membayar karyawannya sesuai dengan persyaratan dalam UU Ketenagakerjaan yang sebetulnya untuk dunia industri. (Indah Surya Wardhani/ Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com