Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingginya Biaya itu Kesepakatan Bersama?

Kompas.com - 18/05/2010, 18:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, tingginya biaya pendidikan di sekolah rintisan berstandar internasonal (RSBI) seperti SMAN 70 Jakarta merupakan hasil kesepakatan antara pihak sekolah dan komite sekolah. RSBI merupakan keinginan bersama yang dilandasi visi-misi, persepsi, serta aksi yang sama, bukan sepihak.

"Untuk itu, dinamika organisasi resmi antara keduanya harus harmonis. Tampaknya, sinergi antara kedua pihak di SMAN 70 itu perlu diperkuat lagi," ujar Taufik.

Menurutnya, sebagai sebuah keinginan bersama, apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak sekolah juga merupakan hasil kesepakatan bersama dengan komite sekolah, yang dalam hal ini representasi para orang tua siswa.

"Harusnya bisa terjadi diskusi yang hangat, sebab yang satu sebagai penyelengara, pihak satunya lagi sebagai mitra. Itu kan sudah diatur dalam UU Sisdiknas yang mengatur unsur komite sekolah," ujar Taufik.

Diberitakan sebelumnya di Kompas.com, pihak SMAN 70 Jakarta membantah telah melakukan komersialisasi pendidikan. Bantahan itu disampaikan oleh Kepala SMAN 70 Pernon Akbar dalam jumpa pers "Klarifikasi Dugaan Korupsi di SMA Negeri 70 Jakarta", Selasa (18/5/2010).

Klarifikasi dilakukan atas pemberitaan Warta Kota berjudul "Komersialisasi Pendidikan Menggila" pada 26 April silam. Dalam pemberitaan itu disebutkan, Ketua Komite Sekolah Musni Umar menulis, bahwa SMA 70 telah melakukan komersialisasi pendidikan. Musni menyebutkan, SMAN 70 membuka kelas internasional, lalu menjadi sekolah unggulan.

Anehnya, jika dikaitkan dengan tanggapan Kadisdik DKI Jakarta di atas, pengakuan Musni di Kompas.com, Minggu (25/5/2010), atau sehari sebelum pemberitaan Warta Kota diterbitkan, justeru sangat bertolak belakang.

Menurut Musni, kelas internasional bisa disebut tingkat komersialisasi pendidikan yang tinggi dan misterius. Selain mahal, dan mendapat subsidi dari pemerintah Rp 500 juta, pengelolaan keuangannya tidak transparan.

Pasalnya, sebut Musni, hanya pengelolanya dan kepala sekolah yang tahu. Selain itu, tiap tahun pengelola kelas internasional harus membayar dalam jumlah yang besar ke Cambridge.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com