Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahu, Kenapa RSBI Perlu Diaudit BPK?

Kompas.com - 21/06/2010, 16:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diminta mengaudit secara khusus penggunaan dana Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), baik yang dikelola Kemendiknas RI maupun oleh sekolah karena dinilai tidak ada aturan yang jelas untuk mengendalikan pungutan yang dilakukan oleh sekolah. 

Demikian evaluasi yang dipaparkan Lodi Paat dari Koalisi Pendidikan berdasarkan temuan studi awal proyek RSBI oleh Koalisi Pendidikan dan ICW yang diungkapkan Minggu (20/6/2010) kemarin. Lodi mengungkapkan, penggunaan dana RSBI baik oleh Kemendiknas maupun pihak sekolah cenderung tertutup dan berorientasi fisik, sehingga membuka peluang terjadinya korupsi.

Laporan tersebut menyebutkan, subsidi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk sekolah berstatus RSBI rata-rata mencapai Rp 1,5 miliar per sekolah. Di sisi lain, pemerintah membebaskan sekolah memungut uang dari calon orang tua atau orang tua murid untuk masuk sekolah.

Adapun jumlah pungutan masuk sekolah itu antara lain pada SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) dan DSP (Dana Sumbangan Pendidikan) untuk SD: SPP sebesar Rp 200 ribu dan DSP Rp 6 juta, SMP: SPP sebesar Rp 450 ribu dan DSP Rp 6 juta, serta SMA/SMK: SPP sebesar Rp 500 ribu dan DSP Rp 15 juta. Sementara jenis-jenis pungutan RSBI di antaranya adalah syarat administratif, biaya tes, dana sumbangan pembangunan, serta SPP/iuran komite.

Terkait itulah, Ade Irawan dari Divisi Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW), menambahkan, bahwa petunjuk pelaksaan RSBI sendiri pun tidak mengatur dengan jelas mekanisme penggunaan anggaran. Ketidak jelasan itu menyangkut penyusunan, penggunaan, dan pertanggungjawaban APBS atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah.

"Ada ketidak jelasan mekanisme monitoring dan evaluasi pada pelaksanaan RSBI. Struktur sekolah pun tidak mengalami perubahan, baik itu posisi kepala sekolah yang dominan, komite sekolah yang dibajak kepala sekolah, sedangkan guru dan orang tua hanya menjadi objek kebijakan," ujar Ade mengutip tentang temuan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com