Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Guru Honorer Merasa Gundah

Kompas.com - 07/07/2010, 03:37 WIB

Pendaftaran siswa sekolah dasar negeri masih saja sepi. Padahal, panitia telah membuka dua tahap pendaftaran pada Juni. Di wilayah Jakarta Selatan saja, hingga kini masih terdapat 7.832 bangku kosong untuk SD negeri.

Banyaknya bangku kosong ini membuat guru honorer gundah, jangan-jangan penghasilan melorot atau bahkan tidak dapat mengajar lagi. Kegundahan ini menghampiri SD Kompleks Manggarai, sebutan untuk SD Negeri Manggarai 09, 11, 13, 15, 17, dan 19, Jakarta Selatan.

Semua SD negeri di tempat ini mengalami kekurangan murid karena kursi yang tersedia belum semuanya terisi. Akibatnya, sejumlah guru di tempat ini resah, termasuk juga Lela (26) dan Elsi (24), guru honorer SDN Manggarai 19.

Betapa tidak, merosotnya jumlah pendaftar berdampak pada besaran dana operasional sekolah yang terancam turun. Selama ini, sumber dana operasional utama sekolah dari bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional pendidikan (BOP). Adapun BOS berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan BOP bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Lela dan Elsi, ketika ditemui Senin (5/7) lalu, sedang membereskan berkas-berkas siswa di SDN Manggarai 19. Saat ini, SDN Manggarai 19 baru menerima 9 murid dari 37 bangku yang disediakan. Masih ada 28 bangku kosong di sekolah ini.

Tidak hanya pening lantaran banyaknya bangku kosong, guru honorer juga harus menghadapi kenyataan rencana penciutan sekolah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dilakukan lantaran banyak sekolah yang masih kekurangan murid. Rencana ini bisa berdampak pada perampingan tenaga pengajar.

Mendengar kabar perampingan sekolah, Lela dan Elsi tersenyum. Mereka bukanya bangga dan senang, melainkan tersenyum karena getir dan harus berpikir langkah ke depan.

Elsi menyiapkan langkah dengan memaksimalkan aktivitas mengajar les privat. Adapun Lela belum berpikir akan mengambil langkah apa. ”Saya masih ingin mengajar di sini,” katanya.

Dengan penghasilan Rp 800.000 per bulan, Lela dan Elsi harus pintar-pintar mengatur keuangan ekstra ketat. Lela, contohnya, setiap pulang kampung di Kabupaten Bogor, dia menyempatkan membawa beras ke kosnya di Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Dengan beras dari kampung, dia bisa mengirit biaya makan karena tinggal membeli lauk. ”Untuk biaya kos saja saya sudah habis Rp 300.000 per bulan, kalau tidak mengirit, uang tidak cukup,” katanya.

Tidak ada pemotongan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com