Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Anak dan "Kaulinan Baheula"

Kompas.com - 26/07/2010, 18:12 WIB

Oleh IBN GHIFARIE

Harus diakui, keberadaan kaulinan barudak baheula tinggal nama. Ini terlihat dari hasil penelitian Komunitas Hong (Pusat Kajian Mainan Rakyat Jawa Barat) bahwa 168 jenis atau 70 persen jenis mainan dan permainan tradisional anak-anak di Jabar dan Banten punah.

Tak ada permainan (wayang dari batang singkong, teteot, celempung, kelom batok, dan rorodaan) serta aktivitas keseharian anak-anak menjelang sore hingga maghrib (oorayan, hadang, hahayam, jeung careuh, ucing sumput, sorodot gaplok, galah, pepepet jengkol, gatrik, galah asin, jajangkungan, congkak, engkle, dan hompimpah) di tanah Pasundan.

Tentu semua kaulinan barudak Sunda ini tinggal kenangan budak baheula kolot ayeuna. Kuatnya arus modernitas dan globalisasi membuat permainan tradisional ini semakin terasing di tengah kehidupan masyarakat Parahyangan. Malahan budak kiwari merasa bangga bila bisa sekaligus menamatkan permainan game watch, game boy, Sega, PlayStation, dan game online.

Parahnya, sebagian penghuni bumi persada Parijs van Java ini beranggapan bahwa kaulinan barudak dapat dikategorikan sebagai permainan kelas bawah yang kotor, berbahaya, dan tidak berkualitas. Ketiadaan tempat khusus bermain karena disulap menjadi mal dan pusat perbelanjaan membuat permainan ini semakin terpinggirkan sekaligus terlupakan dari benak kita. Ironis memang.

Padahal, permainan tradisional sangat cocok sebagai media pembelajaran pendidikan anak usia dini. Pasalnya, kaulinan barudak mengandung banyak manfaat dan persiapan bagi anak guna menjalani kehidupan bermasyarakat. Hal itu juga terkait erat dengan pengenalan diri, alam, dan Tuhan.

Mampukah kehadiran Hari Anak Nasional tiap 23 Juli menjadi momentum awal untuk menciptakan generasi unggul sekaligus ngamumule kaulinan barudak di Priangan ini sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional dan harus diselenggarakan setiap tahun dari 1986 sampai sekarang? "Kaulinan barudak"

Dalam konteks Jabar, untuk menciptakan generasi unggul dengan melestarikan khazanah kesundaan, salah satu caranya adalah ngamumule kaulinan barudak baheula. Apalagi, poin pertama tujuan khusus peringatan Hari Anak Nasional 2010 adalah menyediakan wahana bermain, unjuk prestasi, kreativitas, dan karya inovatif anak.

Sungguh mulia apa yang dilakukan Mohammad Zaini Alif dengan Komunitas Hong di Jalan Bukit Pakar Utara Nomor 35, Dago, Bandung; galeri di Jalan Merak Nomor 2, Bandung, serta sanggar Kampung Kolecer, Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Tanjungsiang, Subang. Ia mencoba menghidupkan kembali kaulinan barudak.

Menurut Saleh Danasamita (1986:83, 107), permainan dan bermain merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungan anak-anak serta mempunyai kedudukan sangat penting di masyarakat Sunda. Pasalnya, segala kaulinan barudak terangkum dalam naskah Siksa Kandang Karesian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com