Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keprihatinan terhadap Nasib Anak Cerdas

Kompas.com - 17/08/2010, 14:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Layanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CI+BI) atau anak gifted dinilai belum memadai. Pendidikan bagi anak dengan skor kecerdasan intelektual (IQ) di atas 130 tersebut hanyalah terdapat dalam bentuk percepatan belajar atau akselerasi yang juga terbatas pada sekolah-sekolah tertentu.

Menurut pendiri sekolah khusus anak cerdas berbakat istimewa, Cugenang Gifted School, Rikrik Rizkiyana, jumlah siswa CI+BI yang terlayani sekolah akselerasi pun masih sangat kecil. "Tahun 2008-2009 hanya 0,73 persen," ujar Rikrik usai menghadiri "Malam Peduli Anak Duafa Berbakat" di Jakarta, Senin (16/8/2010) malam.

Ditinjau dari segi kelembagaan, kata Rikrik, baru sekitar 311 sekolah yang memiliki program akselerasi ditambah 7 madrasah.

"Ini masih rendah sekali, sebagian besar anak dipaksa mengikuti pendidikan yang sama dengan anak normal," katanya.

Terlebih, tidak semua anak berbakat tersebut berasal dari keluarga mampu yang dapat menempuh pendidikan di sekolah akselerasi. Padahal, sekitar 2 persen dari populasi anak sekolah Indonesia atau sekitar 1,3 juta anak memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

"Jangan sampai potensi ini justru dimanfaatkan negara lain," katanya. Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal yang menghadiri Malam Peduli Anak Duafa Berbakat mengakui bahwa belum banyak sekolah-sekolah akselerasi bagi anak berbakat di Indonesia.

Namun, menurut Fasli, yang menjadi kendala adalah kurang tersedianya guru pendamping siswa berbakat yang kompatibel. Peningkatan jumlah sekolah akselerasi tanpa meningkatkan kemampuan guru mendidik anak berbakat, akan menjadi percuma.

"Kalau sekadar melabel akselerasi namun gurunya tidak terampil dan tidak ada kesiapan, cara mengajarnya tetap saja terpengaruh cara sekolah biasa," kata Fasli.

Kemudian, untuk memfasilitasi anak dengan kecerdasan dan bakat luar biasa yang kurang beruntung, Fasli mengimbau agar pemerintah daerah di seluruh wilayah memiliki kesadaran akan kewajiban menciptakan sistem pencarian anak berbakat yang kurang beruntung secara ekonomi kemudian memfasilitasi pendidikan mereka.

"Anak luar biasa itu kayak mutiara kalau dalam lumpur terus-menerus kan tidak akan bersinar," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com