Ketua Program Studi Aeronautika dan Astronautika, Institut Teknologi Bandung (ITB), Leonardo Gunawan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/8), mengatakan bahwa setiap ada tamu dari berbagai perguruan tinggi di Malaysia, mereka selalu menawarkan kepada dosen-dosen di program studinya untuk mengajar dan meneliti di Malaysia.
Tawaran kepada dosen-dosen Aeronautika dan Astronautika yang dulu dikenal dengan nama Teknik Penerbangan itu ka-
Model tawaran lainnya adalah dengan mengundang dosen atau peneliti dalam pertemuan-pertemuan ilmiah internasional yang sering diadakan di Malaysia. Menurut Kepala Observatorium Bosscha yang juga dosen Program Studi Astronomi ITB, Hakim L Malasan, saat mendatangi forum-forum ilmiah itulah para dosen dan peneliti ditawari untuk mengajar sembari meneliti di Malaysia.
Walau banyak mengundang dosen dari Inggris yang menyesuaikan dengan sistem pendidikan mereka atau dari Amerika Serikat, Malaysia lebih suka mencari orang serumpun untuk mengembangkan komunitas inti penelitian mereka.
”Kedekatan budaya menjadi alasan utama,” kata Hakim yang terakhir ditawari untuk bekerja di Malaysia pada tahun 2007, saat negara itu ingin membangun Observatorium Nasional.
Metode lain yang digunakan adalah dengan menawarkan kerja sama riset. Kepala Pusat Diseminasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Syahril mengatakan, Malaysia sangat aktif dalam menawarkan kerja sama riset dalam multidisiplin ilmu. Para peneliti Batan juga banyak yang menjadi pembimbing mahasiswa atau dosen Malaysia yang ingin memperdalam tentang seputar nuklir.
”Malaysia memang menyiapkan basis kapasitas iptek dosen dan mahasiswanya cukup tinggi. Indonesia memang lebih dulu membangun infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia iptek, tetapi kini terbatas dananya,” katanya.
Karena itulah, dosen-dosen ilmu-ilmu dasar dan rekayasa banyak diminati, seperti Matematika, Fisika, Kimia, Teknik Nuklir, Aeronautika dan Astronautika, Teknik Mesin, Teknik Material, dan sebagainya.