Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Menulis Kritik Sastra di Tasik

Kompas.com - 09/09/2010, 07:59 WIB

Judul: Geliat Menulis Esai Kritik Sastra dan Eksistensi SST (Sanggar Sastra Tasik) di Tasikmalaya

Oleh D. Dudu AR

AJAKAN workshop menulis kritik sastra dan laporan budaya dari Jodhi Yudono (pemangku rubrik oase-kompas.com) kepada saya (Pondok Media) beberapa waktu lalu, merupakan salah satu indikasi produktivitas masyarakat Tasikmalaya--menulis essay kritik sastra--jarang geliatnya. Beliau menyatakan ingin sekali masyarakat Tasikmalaya intens menulis kritik sastra dalam rangka memasyarakatkan sastra. Pernyataan tersebut dikuatkan Ashmansah Timutiah (Budayawan dan salah satu pendiri Teater Ambang Wuruk), pada kesempatan acara Tadarus Puisi (04/09) di markas OI Trotoar bahwa sudah saatnya masyarakat Tasikmalaya sering mengadakan acara kritik sastra secara rutin, seiring kelahiran penyair-penyair baru, sepatutnya didampingi kritik konservatif dari apresiator (masyarakat) sehingga berkembang dinamis dan membudayakan masyarakat sadar sastra.

Berbeda dengan pelaku sastra seperti: Acep Zamzam Noor, Saeful Badar, Soni Farid Maulana, Nazaruddin Azhar, Bode Riswandi, Yusran Arifin, Ashmansah Timutiah, Irvan Mulyadi, Sarabunis Mubarok, dll. Beliau-beliau ini produktif menulis essai seputar sastra. Ya, karena mereka sastrawan dan budayawan Tasikmalaya! Penelusuran saya, selama browsing alias berselancar di media online atau cetak pun hanya menemukan esai-esa sastra dari para pelaku sastra di atas. Artinya, masyarakat Tasikmalaya masih kurang aktif dan produktif menulis essay kritik sastra. Bukan masalah ingin menjadi penyair atau ahli sastra, setidaknya jiwa apresiasi dapat bertumbuh dan berkembang – dengan menulis esai kritik sastra – seiring waktu berjalan kesadaran masyarakat terhadap sastra akan meningkat.

Pada kenyataannya, kesadaran masyarakat Tasikmalaya dalam menulis esai kritik sastra, masih sangat minim. Pernyataan saya ini dapat dibuktikan dengan esai-esai yang setiap saya baca di media online atau cetak, hampir nihil yang penulisnya masyarakat (citizen) Tasikmalaya.

Menulis, erat kaitannya dengan membaca. Menurut hemat saya, ada dua ruang perihal kategori membaca (reseptif); literature (bahan bacaan/pustaka) dan lingkungan (peristiwa). Sebelum menulis, seseorang harus sadar membaca berbagai literatur dan lingkungan, sebagai referensi dan penguatan terhadap tulisan itu sendiri. Artinya, membaca memerlukan waktu dan kesadaran. Mungkin untuk sebagian orang, membaca itu membuang waktu dan energi. Barangkali ini yang menyebabkan masyarakat Tasikmalaya enggan menulis, khususnya esai kritik sastra. Seperti yang dikatakan Saeful Badar (Sastrawan dan Pemerhati Budaya), ”Menulis adalah menulis. Artinya dilewati setelah kita melakukan membaca. Kita tidak mungkin bisa menulis tanpa kita mampu membaca. Membaca tidak hanya yang berupa teks saja, tapi juga membaca beragam peristiwa dan berbagai fenomena di sekitar kita. Seribu kali orang berteriak ingin menjadi penulis, tapi dia ogah membaca apapun (cuek) terhadap segala hal yang berlaku di sekitarnya, maka seribu kali pula dia sebetulnya tengah mengatakan omong kosong belaka!!!!!”.

Latar belakang di atas mendorong saya sebagai warga masyarakat untuk menulis (jawaban) sekelumit perkembangan sastra di Tasikmalaya, alakadarnya. Pada tahun ini saja, Tasikmalaya diramaikan acara-acara sastra yang di antaranya: lomba baca puisi se-Jabar dan Banten (SST), lomba baca puisi tingkat SMP-SMU se-Priangan Timur (SMU Pasundan), lomba baca pusi siswa tingkat SD se-Priangan Timur (Aksara UPI Kampus Tasikmalaya), bedah buku antologi puisi karya Bode Riswandi (UNSIL), Tadarus Puisi, bedah antologi puisi tiga penyair sasntri: Aos Mahrus, Syifa Agnia, Aan A. Farhan (Komunitas Cermin), bedah buku antologi puisi karya Dhea Anugerah (Penyair Yogyakarta), dan bedah puisi penyair luar daerah lainnya.

Sanggar Sastra Tasik Sepanjang pengetahuan penulis, tumbuh-kembang kesusasteraan di Tasikmalaya, khususnya sajak/ puisi memiliki perjalanan panjang, dimulai lahirnya Acep Zamzam Noor, Saeful Badar, Nazaruddin Azhar, Soni Farid Maulana, Bode Riswandi, Sarabunis Mubarok, Irvan Mulyadi, Yusran Arifin, dll. Beliau-beliaulah yang memberi khazanah kesusasteraan di Tasikmalaya khususnya dan nasional. Kemudian membangun Yayasan Sanggar Sastra Tasik (SST) yang dikukuhkan dengan Akta Notaris Heri Hendriyana, SH. nomor 21.- tanggal 29 Oktober 1998 yang bersekretariat di Jalan Argasari No. 18 Telp. 0265-327386 Tasikmalaya 46122.

Selama ini pun, Sanggar Sastra Tasik telah berhasil menerbitkan antologi-antologi berikut: (1) Antologi Puisi NAFAS GUNUNG. Editor Acep Zamzam Noor. Terbit tahun 1997 bekerjasama dengan Penerbit Biduk Bandung. Berisi puisi-puisi yang lolos seleksi ketat pada acara Cakrawala Sastra Kita (CS-KITA) di Radio RSPD FM Tasikmalaya yang diasuh oleh Sanggar Sastra Tasik (SST).

(2) Antologi Puisi DATANG DARI MASA DEPAN. Editor Toto Sudarto Bachtiar, Acep Zamzam Noor, Hikmat Gumelar & Karno Kartadibrata. Terbit tahun 1999, berisi 37 puisi dari 37 Penyair Indonesia yang masuk nominasi Lomba Cipta Puisi Nasional, Pesta Sastra Tasikmalaya 1999.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com