Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ITS Tambah Lima Guru Besar

Kompas.com - 29/09/2010, 16:29 WIB

Surabaya, Kompas - Awal Oktober ini Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya akan mengukuhkan lima guru besar. Mereka adalah Prof Ketut Buda Artana, Prof Joko Lianto, Prof Daniel M Rosyid, Prof Mukhtasor, dan Prof M Isa Irawan.

Pengukuhan kelima guru besar dilakukan dalam dua kesempatan berbeda. Prof Ketut Buda dan Prof Joko sebagai guru besar ke-92 dan ke-93 ITS akan dikukuhkan Senin (4/10). Sidang terbuka pengukuhan tiga guru besar lainnya akan dilangsungkan pada 12 Oktober.

Joko, yang menjadi Guru Besar Teknik Informatika, akan menyampaikan orasi ilmiah tentang "Simulasi Komputer untuk Pendukung Pengambilan Keputusan". Untuk menentukan keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan memprediksi berbagai kemungkinan. Misalnya, kemungkinan banjir akan terjadi sampai seberapa tinggi serta kerusakan yang ditimbulkan apa saja secara kuantitatif. Dari prediksi yang dibuat melalui simulasi komputer, pencegahan dan penanggulangan bisa disiapkan dengan baik.

Dengan metode serupa, Ketut Buda menganalisis keandalan sistem wahana laut. Menurut Buda, yang Guru Besar Teknik Sistem Perkapalan, kesalahan manusia (human error) selalu dituding sebagai penyebab kecelakaan pada moda transportasi laut. Padahal, selain faktor manusia, ada dua faktor lain yang menentukan, yakni struktur dan sistemnya.

Dari sistem dan desain sebuah kapal, bisa dianalisis kapan kapal harus mengganti suku cadang dan suku cadang apa. Dengan demikian, faktor keselamatan pengangkutan dan efisiensi ekonomi bisa ditingkatkan, sedangkan risiko dan dampak lingkungan bisa dikurangi.

Guru Besar Matematika Isa Irawan mengambil topik komputasi biologi seperti aplikasi jaringan syaraf tiruan dalam industri, algoritma genetika yang meniru teori darwin, dan optimasi tracking system untuk mencari rute optimal dalam algoritma yang meniru perilaku koloni semut yang bergerak tanpa pemimpin tetapi bisa mencari jalur paling optimal.

Paradigma kepulauan

Selain Ketut Buda, dua guru besar lainnya, Daniel Rosyid dan Mukhtasor, juga berasal dari Fakultas Teknologi Kelautan ITS. Daniel mengangkat masalah paradigma kepulauan untuk pembangunan Indonesia abad ke-21, sedangkan Mukhtasor membahas teknologi dan ekonomi yang terbuang akibat pencemaran laut.

Menurut Daniel, selama ini paradigma orang Indonesia terbentuk seperti yang diinginkan penjajah, yakni mengutamakan pulau besar atau daratan. Karenanya, moda transportasi yang pertama dipikirkan adalah mobil dan sepeda motor. Padahal, untuk negara kepulauan seperti Indonesia, sangat diperlukan paradigma kelautan yang jauh lebih fleksibel dan adil untuk masyarakatnya.

Penggunaan kapal feri dengan jembatan alami berupa air dinilai sangat fleksibel untuk ditambah ketika permintaan meningkat. Biayanya pun, kata Daniel, lebih murah. Akan tetapi, untuk menggerakkan ekonomi domestik di suatu daerah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua, diperlukan infrastruktur jalan yang baik sehingga ini harus didahulukan. Saat ini pemerintah Indonesia berpikir terbalik, mendorong pembangunan jembatan antarpulau, tetapi tidak menguatkan atau menyiapkan infrastruktur untuk konsolidasi ekonomi domestik.

Di sisi lain, Mukhtasor melalui orasinya mengingatkan masyarakat tentang pentingnya kualitas laut yang bebas pencemaran. Nilai ekonomi laut untuk pariwisata, perikanan, dan pertambangan sangat tinggi. Namun, nilai ekonomi ini akan jatuh ketika laut tercemar baik limbah industri, cemaran seperti lumpur lapindo, maupun tumpahan minyak seperti yang mengotori Laut Timor dari Montara di Australia. Teknologi yang dimiliki akademisi seperti di ITS bisa dimanfaatkan untuk memelihara potensi ekonomi kelautan. Justru kegiatan mengelola limbah bukan pemborosan, tetapi insentif produktif bagi pembangunan ekonomi. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com