KOMPAS.com — Motivasi ekonomi yang bertemu dengan sikap pragmatis dan lemahnya pengawasan telah memicu berbagai praktik tidak terpuji mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir. Sekitar lima tahun lalu, pemberitaan media diramaikan kasus terbongkarnya institut ”abal-abal” yang mengaku berafiliasi dengan sejumlah perguruan tinggi luar negeri yang sebenarnya adalah praktik menjual gelar akademik palsu.
Praktik penjualan gelar sarjana hingga doktor oleh institut tersebut telah dilakukan sejak tahun 1990-an. Hingga ditutup pada tahun 2005, institut jadi-jadian tersebut telah banyak menelan korban dari kalangan pejabat, pegawai negeri sipil, hingga artis.
Dunia pendidikan Tanah Air sudah lama mengenal fenomena ijazah palsu. Ijazah palsu ini meliputi pemberian gelar palsu tanpa kewajiban menempuh pendidikan akademik semestinya hingga ijazah yang dihasilkan dari jual beli tugas akhir semacam skripsi, tesis, ataupun disertasi.
Hasil pengumpulan pendapat pada pertengahan September ini menunjukkan, sebagian besar responden (54,0 persen) menyatakan pernah mengetahui tawaran pembuatan skripsi/tesis baik secara terang-terangan ataupun terselubung. Sebanyak 57,4 persen responden juga menengarai praktik pembuatan skripsi/tesis/ijazah palsu kini semakin parah.
Saat ini, jasa ”membantu” menyusun skripsi/tesis tidak lagi ditawarkan secara sembunyi-sembunyi, tetapi secara terang-terangan melalui media cetak, dunia maya melalui internet, hingga iklan di seputar kampus. Selain itu, pengalaman pribadi sekitar seperempat responden yang pernah menyusun skripsi/tesis menyatakan, mereka juga mendapat bantuan dalam menyusun skripsi, baik sebagian maupun seluruhnya.
Dari penilaian responden, tampak alasan terbesar yang melatarbelakangi bisnis pembuatan tugas akhir tersebut adalah motivasi ekonomi untuk mendapat penghasilan lebih (40,6 persen responden). Alasan berikut (22,9 persen) karena mahasiswa masa kini lebih menyukai kepraktisan dalam membuat tugas akhir dan menganggap hal itu sebagai ”biasa”.
Dua alasan berikut adalah faktor sulitnya menyusun skripsi dengan standardisasi yang ditetapkan kampus, dan pada sisi lain didukung longgarnya pengawasan akademik yang diterapkan oleh pihak kampus.
Faktor pendorong
Mengapa masyarakat, terutama di dunia pendidikan, sangat ”tergila-gila” gelar akademik dan melakukan perbuatan yang termasuk kategori korupsi tersebut?
Fakta menunjukkan, dunia kerja Tanah Air masih menempatkan bukti formal capaian pendidikan melalui ijazah, terutama ijazah pendidikan tinggi. Dalam setiap proses perekrutan pegawai baru di lembaga pemerintah ataupun swasta, saringan pertama selalu soal administrasi bukti kelulusan, lengkap dengan peringkat nilai dan asal kampus.