Jakarta, Kompas
”Sampai bulan September, pelanggaran oleh kapal perang, polisi, helikopter, dan pesawat udara Malaysia ada 13 kali,” kata Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muda Marsetio saat membacakan penjelasan KSAL Laksamana Madya Soeparno dalam konferensi pers pada seminar TNI AL ”Implementasi UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982 dalam Rangka Menegakkan Kedaulatan, Menjaga Keutuhan Wilayah, dan Melindungi Keselamatan Bangsa”, Selasa (12/10).
Hadir juga Koordinator Staf Ahli KSAL Laksda Sugiono dan pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani.
Banyaknya pelanggaran itu tidak lepas dari potensi laut Indonesia, seperti ikan dan energi. Soeparno mengatakan, sejak UNCLOS 1982 diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, Indonesia telah memiliki dasar hukum untuk mengatur perairannya.
Namun, belum semua UU selesai, seperti masalah perbatasan dengan negara tetangga. Masalah lain adalah produk hukum bersifat sektoral sehingga tumpang tindih. ”Banyak instansi yang mengurus laut kurang manajemen,” katanya.
Soeparno menyebutkan pentingnya dibuat UU sehingga pemanfaatan sumber daya laut maksimal. Jaleswari juga mengatakan, dibutuhkan cara pandang baru.
Kini, baru 25 persen ketentuan UNCLOS yang diimplementasikan. ”Kita tidak gunakan UNCLOS secara maksimal, jadi tak ada pegangan untuk negosiasi dengan negara-negara yang melanggar batas wilayah,” katanya.
Menurut Asisten Operasi KSAL Laksda Dadiek Surarto, banyak kapal perang Malaysia memasuki wilayah kita yang diklaim mereka karena berpatokan posisi Sipadan dan Ligitan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.