Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa SD hingga Kakek-kakek Bersaing

Kompas.com - 14/11/2010, 09:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ada pulpen dan kertas, apalagi kalkulator yang bisa dipakai. Hanya dengan mengenali pola keteraturan angka dan memakai cara menghitung metode horisontal (Metris), empat peserta yang masuk final dalam Olimpiade Kreativitas Angka (OKA) III di Kampus Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Sabtu (13/11/2010), bisa menikmati bermain-main dengan angka. 

Soal perkalian yang diajukan kepada peserta mulai dari angka yang mudah diingat semisal dengan mencari hasil dari 40404 pangkat dua hingga yang rumit seperti 2000002000002 x 1428571428571142857, nyatanya bisa dijawab kurang dari dua menit dari batas waktu yang diperkenankan panitia. Bhakan, dalam hitungan 10-30 detik, soal-soal hitungan itu dengan mudah diselesaikan peserta yang langsung menuliskan jawaban di laptop. 

Jason (15), yang keluar sebagai juara satu, terlihat menonjol merebut jawaban yang hanya mengandalkan perhitungan di kepalanya. Bahkan, Jason bisa menyapu bersih lima soal bonus yang tiap soal dihargai Rp 300.000. 

OKA yang dikemas layaknya kuis atau game itu begitu nyaman untuk dinikmati. Peserta kali ini ada 50 orang mulai dari siswa SD hingga kakek-kakek. 

OKA ini untuk melatih kreativita dengan menggunakan media angka. Kreativitas jenis ini akan obyektif karena dilihat dari hasilnya. 

"Angka tidak melulu untuk logika, tetapi bisa mengasah kreativitas. Kalau ini dikenalkan ke anak-anak, lama-lama mereka tidak takut dengan Matematika," kata Stephanus Ivan Goenawan, penemu Metris yang juga dosen Fakultas Teknik Universitas Atmajaya Jakarta. 

Metode horizontal ini merupakan metode perhitungan di mana proses penyelesaian dilakukan secara mendatar (horizontal) dari arah kanan menuju ke kiri. Bilangan desimal biasa dikonversi dengan notasi pagar (I).  

Kita harus membuat anak-anak senang dengan angka dulu. Saya kembangkan Metris untuk membantu perhitungan yang sederhana seperti cara vertikal yang dikenal orang. Terus, saya kembangkan untuk bermain-main sehingga angka bisa jadi hiburan, jelas Ivan.

Stephanus mengatakan peserta awalnya dibagi dua kategori yakni pelajar (SD-SMA) dan umum (mahasiswa, karyawan, profesional, dll). Ketika di babak final, bisa saja siswa SD bertarung dengan kakak kelas atau orang dewasa, termasuk kakek-kakek.

Edwin (65), yang memang suka mengutak-atik angka, sudah dua tahun berturut-turut mendaftar jadi peserta OKA. Lumayan, kali ini bisa masuk semifinal, ujar Edwin yang berkompetisi dengan anak SMP dan SMA.

Ivan mengatakan metode menghitung Metris perlu terus diperkenalkan kepada guru dan siswa. "Saya berharap anak-anak kita kuat dalam menghitung. Saya mau terus memeprkenalkan Metris dengan mengembangkan hal-hal baru. terutama dengan menggunakan angka sebagai kreativitas," ujar Ivan yang menulis soal Metris dalam beberapa buku.

Penemuan ilmu hitung Metris ini sudah masuk dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai penemu ilmu hitung metris merupakan penyempurnaan ilmu hitung tradisional. Selain itu, masuk dalam Daftar 102 Inovasi Paling Prospektif 2010, Penyempurnaan Ilmu Hitung di Dunia via Metode Horisontal (Metris) versi Business Inovation Center yang dibentuk Kementerian Negara Riset dan teknologi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com