Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Berharga dari Magang

Kompas.com - 23/11/2010, 04:25 WIB

Belakangan ini semakin banyak mahasiswa yang menjadi ”anak magang” di berbagai instansi pemerintah dan kantor perusahaan swasta. Salah satu yang mendorong banyaknya anak magang karena beberapa kampus mensyaratkan mahasiswa mengikuti proses magang sesuai bidang ilmunya.

alah sejak sekitar tahun 2000 magang sudah digalakkan sejumlah kampus sebagai pengganti kuliah kerja nyata (KKN). Artinya, mahasiswa wajib mengikuti program magang sebagai syarat kelulusan.

Mahasiswa yang mengikuti program magang di antaranya berasal dari jurusan komunikasi, desain, teknik, ekonomi, dan hukum. Namun, tak menutup kemungkinan mahasiswa di luar jurusan tersebut menjajal magang dengan inisiatif sendiri.

Contoh, mahasiswa fakultas hukum yang gemar menulis atau fotografi magang di media massa untuk menjajal kemampuannya di bidang itu. Langkah ini membuka peluang; bila dianggap berprestasi, mereka bisa ditawari bekerja di kantor itu.

Seperti diungkapkan Human Resources Policies & Development Section RCTI Meyer Theresia, Senin (22/11), mahasiswa yang pernah magang di stasiun televisi ini setelah lulus kerap ditawari bekerja asal saat magang mereka ”bekerja” baik.

Sejauh ini, mahasiswa magang banyak diposisikan pada divisi promosi, teknik, dan komunikasi-pemasaran. Harapannya, pada divisi yang padat kegiatan, mahasiswa bisa benar-benar belajar.

”Magang berlangsung selama tiga bulan. Biasanya mahasiswa yang melamar memang diharuskan magang kampusnya, bukan untuk mengisi liburan,” kata Meyer.

”Prinsipnya, melalui magang kami dan mahasiswa sama-sama mendapat keuntungan. Mahasiswa dapat ilmu, kami

terbantu kehadiran mereka,” ujarnya.

Agar mahasiswa benar-benar mendapatkan ilmu, ada pendampingan. ”Mereka juga harus membuat laporan untuk mendapat referensi.”

Sejauh ini lamaran magang yang masuk paling banyak berasal dari kampus di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang, sedangkan dari luar Jawa sangat jarang. Selain ditempatkan di kantor pusat di Jakarta, mahasiswa magang juga ditempatkan di Surabaya.

Berbeda dengan kondisi di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, di kota seperti Yogyakarta kesempatan magang belum terbuka lebar. Mahasiswa yang ingin magang harus meninggalkan Yogyakarta hingga ke luar Pulau Jawa. Misalnya, mahasiswa jurusan pertambangan magang di perusahaan tambang yang umumnya berlokasi di luar Jawa.

Tak heran sebagian mahasiswa di Yogyakarta memilih menjadi pekerja lepas atau sibuk di organisasi kampus. Tanpa dorongan dari kampus yang mewajibkan mahasiswa untuk magang, inisiatif magang dari mahasiswa masih rendah.

Uang saku

Claudia Von Nasution, mahasiswa Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, adalah salah seorang yang gemar magang sejak SMA. Claudia yang menggemari dunia jurnalistik ini magang di majalah Change sebagai kontributor.

”Aku magang karena ingin mendapat pengalaman. Mencoba bekerja di bidang yang aku pengin,” katanya. Magang bagi Claudia juga bermanfaat untuk menambah daftar riwayat hidup dan jejaring.

Johannes Raindy, mahasiswa Universitas Paramadina, Jakarta, yang pernah magang di bagian komunikasi-pemasaran Kompas, mengatakan, pengalaman bekerja itu bermanfaat. Klasik memang. Dia memilih magang sebagai kegiatan di luar waktu kuliah karena merasa tak cocok berorganisasi di kampus.

Selama magang, dia belajar segala hal terkait komunikasi-pemasaran, mulai surat-menyurat, berbicara formal dengan atasan, sampai etika yang berlaku di perusahaan.

”Hal-hal semacam ini tidak aku dapat di kuliah,” katanya.

Berkat magang yang dia jalani, Raindy jadi paham rasanya bekerja. Salah satunya saat dikejar deadline. Dia merasakan betapa emosinya benar-benar dimainkan saat berhadapan dengan klien atau rekan kerja yang tak sejalan. Namun, dia senang karena bisa berkenalan dengan banyak orang, termasuk yang memiliki jabatan di beberapa perusahaan.

Selama magang ia juga mendapat uang saku, tetapi Raindy mengatakan tak memikirkan alasan finansial saat magang karena konsep magang itu sebenarnya belajar. ”Paling-paling (uang itu habis) untuk transportasi,” katanya.

Meski menikmati kegiatan magang yang dijalani, tak urung dia kesulitan juga membagi waktu. Saat ada tugas kuliah, tak jarang ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun, Raindy berusaha menjalani keduanya sebaik mungkin. ”Strategiku, lakukan yang mendesak lebih dulu. Kalau bisa, mencicil apa yang bisa dikerjakan sebelum deadline,” katanya.

Dia berharap pengalamannya magang menjadi bekal berharga saat memasuki dunia kerja sesungguhnya. Apalagi persaingan dunia kerja kini sangat ketat. Perusahaan tak hanya melihat nilai kelulusan, tetapi juga nilai tambah kandidat. Tanpa nilai lebih itu, kesempatan masuk ke bursa kerja semakin kecil.

Edwina, alumnus Universitas Padjajaran, Bandung, adalah contoh mahasiswa yang menikmati buah manis dari pengalamannya magang di banyak tempat, seperti di majalah Hai dan TPI (kini MNC TV). Sebagai mahasiswa jurusan Jurnalistik, magang diwajibkan kampusnya dan menjadi mata kuliah jurusannya.

”Aku malah senang magang lama-lama. Biar pengalamanku banyak. Pengalaman yang aku dapat dari magang benar-benar tak bisa dihargai dengan uang. Ketemu banyak orang, bekerja sama dengan para senior, realitas deadline, sampai merasakan bagaimana bahagianya membaca tulisan sendiri naik cetak,” ujar Wina.

”Magang juga berarti membangun jejaring. Bisa tahu realitas kerja jurnalis, merasakan kehabisan uang, capek, liputan di akhir pekan, bahkan kerja sampai malam. Ini pengalaman hidup paling berharga,” tuturnya.

Berkat semangat dan prestasinya saat magang, setelah lulus dia dipercaya menjadi penulis lepas. Wina yang kini bekerja di sebuah surat kabar ekonomi nasional ini yakin, berkat daftar magangnya yang panjang itulah, ia mendapat panggilan wawancara dari sejumlah majalah remaja dan surat kabar nasional. Ini membuatnya tak repot mencari kerja. (DWI AS SETIANINGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com