”Semua pihak semestinya saling membantu meningkatkan layanan dan mutu pendidikan demi anak-anak kita,” ungkap A Fathoni Rodli, Ketua Umum
Ia mengatakan, guru pegawai negeri sipil (PNS) di sekolah swasta, terutama di daerah-daerah, dibutuhkan untuk mempercepat kemajuan sekolah swasta. Apalagi guru PNS memiliki gaji serta kesempatan yang lebih besar daripada guru swasta yang bisa dibagikan untuk membantu percepatan peningkatan kualitas guru swasta.
Menurut Fathoni, saat ini sekitar 91 persen madrasah milik swasta dan 46 persen sekolah umum milik swasta. ”Kalau sekolah swasta mogok, akan menimbulkan instabilitas. Jadi, pemerintah jangan seenaknya meremehkan sekolah swasta,” ujar Fathoni.
Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman mengatakan, pemerintah seharusnya memfasilitasi dan mendukung keberadaan guru-guru PNS di sekolah swasta. Kebijakan penarikan guru PNS dari sekolah swasta itu justru semakin menunjukkan perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap sekolah swasta.
Suparman juga khawatir akan terjadi kelebihan guru di sekolah negeri, sebaliknya terjadi kekurangan guru di sekolah-sekolah swasta. ”Guru di sekolah negeri bisa jadi nanti tidak bisa memenuhi kewajiban jam mengajarnya,” kata Suparman.
Koordinator Presidium Guru Swasta Indonesia Fatah Yasin mengatakan, penarikan guru PNS dari sekolah swasta menyebabkan beban guru swasta semakin berat. Rasio guru dan murid pun semakin jauh dari ideal.
Ia meminta agar guru-guru PNS yang sudah ditarik dari sekolah swasta agar dikembalikan ke institusi swasta sebelumnya. Tujuannya agar sekolah swasta tak hanya berisi guru-guru yang tidak profesional atau belum memperoleh sertifikasi.
Anggota Komisi X DPR, Harbiah Salahudin, meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru menarik guru PNS dari sekolah swasta. Harbiah menilai pemerintah tidak melakukan kajian yang komprehensif dalam mengambil keputusan menarik guru PNS dari sekolah-sekolah swasta. Ia juga khawatir pemerintah tidak memikirkan dampak jangka panjang yang bisa terjadi.
”Saya sangat tidak setuju. Ini bentuk diskriminasi pemerintah terhadap sekolah swasta. Padahal, sekolah swasta sudah membantu pemerintah ikut berpartisipasi di bidang pendidikan. Kok, pemerintah tidak peduli,” ujarnya.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, kebijakan itu merupakan wewenang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. ”Namun, Kementerian Pendidikan Nasional pada prinsipnya mendukung di mana pun guru dibutuhkan. Kami berharap bupati/wali kota melihat betul kebutuhan guru. Jangan sampai ada kebijakan yang jadi kendala untuk sekolah swasta,” kata Fasli.