Usaha 12 guru SMAN 1 Purwakarta menuntut transparansi dana sekolah kini berproses di Kepolisian Daerah Jawa Barat. Tuntutan telah sampai kepada penegak hukum, tetapi upaya mereka menanamkan nilai akan berlanjut di ruang belajar siswa.
Sejak Juli 2010 para guru menuntut keterbukaan pengelolaan anggaran sekolah. Alih-alih mendapat jawaban, protes guru justru berujung pada terbitnya surat perintah kerja mutasi. Para guru yang sebagian telah mengajar lebih dari 15 tahun itu dimutasi ke sekolah-sekolah di pinggiran Purwakarta.
Kondisi itu mendorong para guru melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Indonesia Corruption Watch, dan Kementerian Pendidikan Nasional. Bersama ICW, para guru mengadu ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena mereka menduga ada penyelewengan anggaran sekolah.
Sejumlah guru mengaku miris dengan tindakan pejabat sekolah dan pemerintah daerah. Tak hanya mengebiri hak-hak guru dan kebebasan berpendapat, langkah mutasi dinilai mengubur usaha menanamkan nilai kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab kepada siswa.
”Persoalan pernah diupayakan diselesaikan dengan mengganti tujuan mutasi ke sekolah yang lebih dekat dari sekolah semula. Namun, bukan itu tujuan protes kami. Kami berharap keterbukaan pengelolaan anggaran,” ujar seorang guru.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan menilainya sebagai potret buram pendidikan antikorupsi. Hal serupa dilaporkan terjadi di sekolah-sekolah lain, seperti beberapa sekolah di Tangerang (Banten), DKI Jakarta, dan Jember (Jawa Timur).
Menurut Iwan Hermawan,
Mereka menyatakan memberi perhatian khusus terhadap proses yang kini ditangani Polda Jabar. Pengusutan dugaan penyelewengan anggaran sekolah diharapkan menjadi terapi bagi perbaikan pengelolaan dana sekolah dan anggaran pendidikan. ”Usaha menanamkan nilai melalui kantin kejujuran akan sia-sia jika perilaku birokrat dan pengelola sekolah justru bertentangan,” kata Ade.
Harapan penuntasan kasus diungkapkan sejumlah siswa yang mengaku tak nyaman dengan situasi saat ini. Protes guru yang berujung pada mutasi membuat proses belajar-mengajar terganggu. Mata pelajaran yang ditinggalkan ke-12 guru itu sering kali kosong. Beberapa siswa kelas III juga mengkhawatirkan persiapan mereka menghadapi ujian nasional.