Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerja Inspektorat Provinsi DKI Diragukan

Kompas.com - 26/11/2010, 12:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ditemukannya indikasi dan potensi kerugian negara/daerah sedikitnya Rp 5,7 miliar oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jakarta sangat fantastis dan di luar dugaan sebelumnya yang hanya Rp 150 juta. Untuk itu, ICW menilai hasil pemeriksan Inspektorat Provinsi DKI Jakarta atas pengelolaan dana BOS dan BOP di 6 SMPN Induk patut diragukan kebenarannya.

Peneliti senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan, terkait kasus tersebut bukan hanya Kepala Dinas DKI Jakarta yang harus tanggung jawab, melainkan juga Gubernur. Gubernur DKI, lanjut dia, harus menonaktifkan Kepala Inspektorat Jenderal, Sukesti Martono, selama dilakukannya proses pemeriksaan atas kasus ini.

"Kami sudah meminta penonaktifan itu sejak Maret 2010 lalu, sebab hal itu diperlukan agar pemeriksaan atas kasus dugaan penyimpangan dana BOS dan BOP tahun 2007-2008 dapat berjalan obyektif, sebab pada periode itu Sukesti menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan DKI," ujar Febri kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (26/11/2010).

"Kalau dia (Sukesti) masih di posisi itu tentu ada konflik kepentingan. Tapi anehnya, Gubernur belum juga menonaktifkan dia," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jakarta menemukan indikasi dan potensi kerugian negara/daerah sedikitnya Rp 5,7 miliar dalam pengelolaan dana BOS, BOP, dan Block Grant RSBI di tujuh sekolah. Ketujuh sekolah itu adalah SMPN 30, SMPN 84, SMPN 95, SMPN 28, SMPN 190, SMPN 67 dan SDN 012 RSBI Rawamangun Jakarta.

Adapun kerugian negara dalam pengelolaan dana BOS dan BOP di SMPN Induk ditaksir mencapai Rp 1,1 miliar lebih, sementara kerugian terbesar berasal dari SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi yang mencapai Rp 4,5 miliar.

"Ini angka yang sangat fantastis dan di luar dugaan kami, bahkan mungkin bisa lebih dari ini. Khusus di sekolah-sekolah RSBI, dana yang paling banyak dikorupsi itu adalah dana yang berasal dari orang tua murid seperti kasus di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi," ujar Febri Hendri, peneliti senior ICW kepada Kompas.com, Jumat (26/11/2010).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com