Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Sukses = Seimbang Karir dan Keluarga?

Kompas.com - 05/12/2010, 07:52 WIB

Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Nastiti Tri Winasis (Chief Operations, MarkPlus Insight)

KOMPAS.com - “Karir” menempati 10 besar kekhawatiran perempuan dalam kehidupannya, khususnya bagi perempuan bekerja. Hal ini diungkapklan oleh sekitar 7,7 persen dari 1.301 perempuan yang disurvey oleh MarkPlus Insight pertengahan tahun 2010 yang lalu.

Kecemasan apabila tidak suskes dalam karir cukup membayang-bayangi mereka. Jika ditelusuri lebih jauh, sebanyak 16,9 persen dari 220 perempuan yang disurvey mengaku bahwa berhasil di sektor publik adalah segalanya bagi mereka. Memang, bukan angka yang fantastis, tetapi menunjukkan adanya indikasi bahwa karir telah menjadi salah satu salah satu tolok ukur kesuksesan bagi perempuan di Indonesia. Lalu bagaimana dengan keseimbangan antara karir dan keluarga?

Secara kodrati perempuan yang telah menikah dan mempunyai anak bertugas mengasuh anak, mengurus keluarga termasuk mengurus suami. Bahkan, sejak jaman prasejarah, kegiatan “meramu” (= memasak dan tinggal di rumah) adalah urusan perempuan; sedang “berburu” (= bekerja) merupakan urusan laki-laki. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa, percuma saja perempuan berhasil dalam karir jika keluarganya berantakan. Oleh karena itu, tolok ukur kesuksesan bagi perempuan masa kini adalah apabila keberhasilan membangun karir dibarengi dengan kesuksesan mengelola rumah tangganya.

Pengaruh budaya dan tradisi ketimuran menjadikan perempuan-perempuan Indonesia mampu berperan menjalankan tugas ganda (bahkan majemuk dan “multitasking”), baik sebagai ibu rumah tangga dalam fungsi pengasuhan anak dan keluarga di sektor domestik sekaligus sebagai wanita pekerja yang sejajar dengan laki-laki di sektor publik. Perempuan secara kodrat telah dilengkapi dengan kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki laki-laki, sekalipun dalam kehidupan rumah tangga pada umunya seorang lelaki memiliki peran lebih tinggi.

Mendefinisikan kesuksesan bagi perempuan Indonesia masa kini khususnya yang sudah menikah, tidaklah mudah. Namun demikian, paling tidak emansipasi bagi perempuan tidak lagi dimaknai sebagai ‘keinginan perempuan untuk sederajat dengan laki-laki’, tetapi lebih ke arah kebebasan untuk memilih jalan hidup. Karena dalam proses menentukan jalan hidupnya tersebut perempuan menggunakan otaknya untuk berpikir, maka perempuan juga harus bertanggung jawab atas pilihannya.

Secara kodrati, perempuan mempunyai tugas melahirkan anak, dan secara budaya perempuan mempunyai tugas mengasuh anak. Kodrat adalah sesuatu yang diberikan Tuhan tanpa bisa ditolak lagi, sementara budaya mengasuh anak apalagi tunduk kepada laki-laki adalah merupakan ”pilihan”, bukan kodrat.

Ketika memasuki jenjang perkawinan, banyak kepentingan perempuan yang kemudian saling berbenturan karena semua tampak menjadi begitu kompleks. Konflik batin terjadi saat seorang perempuan ”dituntut” menjadi ibu yang bertanggung jawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada keinginan untuk meraih kemajuan dari balik dunia kerja. Kondisi ini memunculkan dilema yang bisa menjadi perangkap bagi perempuan. Mereka kemudian seolah-olah harus memilih salah satu: keluarga atau karir?

Pada dasarnya, hal terpenting adalah menyingkirkan dilema antara ”mana yang lebih penting, keluarga atau karir?”. Di sini seharusnya bisa dijawab dengan bagaimana setiap perempuan memandang nilai sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Ada kelompok perempuan yang merasa bahagia apabila bisa menemani anaknya sepanjang waktu dan melihat anak-anak tumbuh didampingi seorang ibu yang dapat membimbingnya. Rasa bahagia seorang perempuan kelompok ini akan benar-benar terasa bila dapat memenuhi perannya sebagai ibu. Di lain pihak, ada kelompok perempuan yang berpendapat tak perlu harus meninggalkan dunia kerja sepanjang keluarga dan anak-anak dapat menerima hal tersebut. Kelompok ini berpendapat bahwa harus ada usaha untuk memenuhi keinginan agar dua unsur penting dalam hidup perempuan yang telah berumah tangga itu berjalan harmonis. Terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya apa pun keputusan yang diambil perempuan, sama-sama mempunya konsekuensi.

Peran majemuk perempuan menuntut keikutsertaan perempuan pada proses pengambilan keputusan, tidak hanya di sektor domestik saja tetapi juga masuk ke ranah publik. Peran majemuk perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com