Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengayuh Pedal, Menembus Zaman

Kompas.com - 06/12/2010, 08:38 WIB

Demi acara meng-gowes sepeda onthel, Edi asal Madiun, Jawa Timur, rela naik kereta ekonomi dengan uang saku ngepres alias pas-pasan ke Cirebon. Ia berangkat dengan rombongan pencinta onthel di kotanya untuk mengikuti Festival Onthel Nusantara. Tidur pun numpang di halaman Gedung Negara, Cirebon, bersama anggota komunitas lain.

Onthel selama tiga tahun terakhir telah menjadi bagian dari hidupnya, bahkan menjadi ”istri” keduanya. Onthel juga menggugah gairahnya untuk bertualang menjelajah berbagai kota dan mencari komunitas yang sehobi dengannya.

Anis (59) lebih bersemangat. Saking cintanya dengan dunia onthel, ia memilih mengayuh sepeda tuanya itu dari Kota Surabaya, Jatim, ke Cirebon. Butuh sembilan hari agar pensiunan pegawai swasta itu sampai ke Cirebon. Ngos-ngosan tak mengapa asal bisa bercerita panjang tentang perjalanannya.

Onthel memang sedang naik daun. Meski sudah berkarat, tunggangan orang kere itu naik derajat. Banyak kalangan tergila-gila pada sepeda tua itu.

Di Cirebon, komunitas pencinta onthel yang disingkat Cepot itu punya 200-an anggota. Padahal, usianya baru tiga tahun. Awalnya, menurut Amir Tsani, Ketua Cepot, hanya delapan orang yang bergabung menjadi anggota. ”Semakin lama semakin banyak. Pada ulang tahun ketiga ini kami mengadakan Festival Onthel Nusantara, mengundang onthelis lain dari penjuru daerah,” katanya saat mempersiapkan acara festival di Gedung Negara, Jumat (3/12).

Pada festival yang berlangsung akhir pekan lalu itulah penggemar onthel seperti Edi dan Anis bertemu. Mereka bertukar cerita dan membahas rencana ngonthel bareng. Lebih penting, mereka berkeliling Cirebon dengan onthel kebanggaan.

Onthel jelas modal utama berkeliling kota. Untuk acara khusus itu, Bahruri, seorang sekretaris desa dari Tegal, mendandani sepeda Batavos keluaran tahun 1928 miliknya dengan berbagai pernik tak lazim.

Dengan dandanan tak lazim, sepeda onthel Bahruri memikat banyak mata. Si Batavos pun dilego Rp 40 juta kepada penggemar onthel lain dari Samarinda, Kalimantan Timur.

Kota tua

Bangunan lama, seperti kompleks pelabuhan, kantor pos, dan keraton, jadi tempat favorit penggemar onthel. Lokasi itu mampu membangkitkan suasana nostalgia. Sejak akhir abad ke-19 onthel adalah tunggangan opsir atau tuan tanah Belanda.

”Tik..., tik..., tik..., bunyi onthel bisa terdengar dari jauh. Warga tahu wedana atau opsir Belanda yang akan lewat,” kata Yapi, kolektor onthel dari Cirebon.

Onthel berkembang jadi kendaraan rakyat pada perang kemerdekaan. Para pejuang menggemari kereta angin itu. Masa itulah yang menginspirasi para penggemar onthel. Dengan mengayuh pedal, mereka mencoba menembus waktu, menemukan lagi kesenangan di keusangan zaman. (Siwi Yunita C)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com