Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila

Kompas.com - 06/12/2010, 09:04 WIB

 IG KINGKIN TEJA ANGKASA

Masih segar dalam ingatan kita saat Presiden Obama mencoba mengingatkan kita tentang nilai keberagaman di masyarakat. Presiden Obama sangat lugas mengatakan tentang semangat Bhinneka Tunggal Ika, semangat yang tentu menjadi nilai dasar kehidupan berbangsa. Lepas dari pernyataan Obama, kita patut melihat kembali semangat dasar Pancasila yang sesungguhnya menjadi identitas kita bersama.

Zaman Presiden Soekarno telah meletakkan Pancasila dalam ranah praktis kehidupan berbangsa, dalam kajian nasionalisme-revolusioner. Pada masa pemerintahan Suharto, Pancasila diajarkan dalam konteks yang sangat formal, bahkan formalitas Pancasila telah tereduksi menjadi bagian kognitif belaka. Di luar segala kekurangan pemerintahannya, Suharto mampu meletakkan Pancasila sebagai asas yang digunakan sebagian besar masyarakat sebagai pedoman bernegara.

Pada era Reformasi, ka- jian Pancasila dilakukan le- bih mendalam, berbagai ele- men masyarakat mulai kritis mempertanyakan esensi pancasila dalam ranah kehidupan. Masyarakat mulai mencari format yang lebih pasti tentang kajian Pancasila agar berguna dalam keseharian secara prak- tis dan dapat dimengerti sehingga Pancasila tidak lagi menjadi sesuatu yang tidak tersentuh dalam ranah praktis. Pancasila diharapkan mampu menjadi dasar kehidupan bernegara secara nyata.

Cara yang paling efektif untuk memasyarakatkan nilai Pancasila tentu dalam ranah pendidikan. Namun, tentu bukan pendidikan yang menempatkan Pancasila sebagai gambaran umum tanpa dipahami secara praktis. Sendi-sendi pendidikan harus mampu menurunkan Pancasila menjadi pedoman praktis relasi sosial. Melalui pendidikan Pancasila dapat didekonstruksi menjadi bahan yang menarik untuk dipelajari oleh para pendidik dan siswa. Pancasila dapat menjadi basis pendidikan karakter yang khas di Indonesia, dengan fokus keberagaman, toleransi, dan keadlian sosial.

Basis pendidikan karakter

Keragaman nilai dalam Pancasila merupakan modal dasar pendidikan karakter. Kita tidak perlu lagi mencari-cari bentuk bahkan model pendidikan karakter karena basis kekuatan karakter bangsa telah kita miliki. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama dapat kita jadikan acuan pembelajaran beberapa nilai. Nilai toleransi selama ini hanya menjadi wacana dan sulit untuk dilaksanakan dikarenakan berhenti pada tataran wacana kognitif. Hal tersebut mengakibatkan kelemahan karakter masyarakat. Sekolah seharusnya mulai mampu mencoba untuk menguraikan sila pertama menjadi bahan-bahan nilai dalam pendidikan karakter. Misalnya, toleransi, penghargaan terhadap kepercayaan lain melalui kegiatan-kegiatan permainan yang menarik.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi bagian penting dalam rantai karakter bangsa. Memberadabkan sesama manusia menjadi modal utama dalam relasi sosial. Salah satu faktor dalam pendidikan karakter adalah kemampuan untuk memberikan apresiasi kepada orang lain. Melalui kegiatan praktis misalnya kerapian, kebersihan diri, ketekunan merupakan proses belajar untuk menjadi beradab.

Hal tersebut dapat diajarkan melalui manajemen konflik. Sebagian orang melihat konflik adalah hal tabu sehingga konflik disingkirkan dari ranah pembelajaran. Padahal, dalam konflik, kita dapat saling memberadabkan manusia. Konflik tentu bukan berarti anarkis, konflik dapat diajarkan melalui proses debat dan pemaparan argumen. Penting kiranya bahwa pendidikan manajemen konflik bertujuan untuk memberadabkan manusia dengan saling menghargai.

Sila Persatuan Indonesia mampu diuraikan dengan mengenalkan budaya Indonesia secara fisik. Berbagai hasil kebudayaan nasional sebagai contoh kebijaksanaan lokal adalah pintu masuk bagi pemahaman persatuan. Karakter persatuan yang mendasar adalah cinta Tanah Air. Proses cinta Tanah Air tentu tidak perlu lagi dengan cara-cara yang sangat abstrak. Karakter ini dapat dibangun dengan membangun kreativitas siswa, tentu dengan masih membawa ciri khas kebudayaan daerah. Kreativitas siswa sangat erat dengan kemampuan memahami secara kognitif (competence).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com