Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Muda dan Bahasa Alay

Kompas.com - 09/12/2010, 08:39 WIB

Di era delapanpuluhan, bahasa rahasia ini nyaris punah. Peninggalannya hanya tersisa pada bahasa lisan para eyang. Meski demikian melalui media radio sempat ada upaya reproduksi bahasa ini untuk penyebutan “cewek” jadi “cinewine”. Ingat? Di era delapanpuluhan ini yang lebih terkenal adalah bahasa prokem. Rumusnya adalah menyisipkan bunyi “ok” dan penghilangan suku kata terakhir. Seperti “bapak” jadi “bokap”. Dibandingkan bahasa rahasia Jawa, aturan atau rumus untuk bahasa “okem” ini lebih tidak beraturan lagi. Kaidahnya jadi irregular seperti “mobil” jadi “bo’il”, atau “dia” jadi “doi” atau “doski”, atau yang termasuk jauh, “makan” jadi “keme”. Jujur saja, Anda yang merasa senior pun masih menggunakan bahasa-bahasa ini untuk kalangan Anda sendiri bukan?

Di era sembilanpuluhan anak muda Yogyakarta membuat bahasa walikan, yaitu menukar huruf-huruf dalam urutan alfabet Hanacaraka. Rumusnya, ha-na-ca-ra-ka bertukar dengan pa-dha-ja-ya-nya, sementara da-ta-sa-wa-la bertukar dengan ma-ga-ba-tha-nga. Akibatnya, huruf “m” jadi “d”, huruf “t” jadi “g”. Contohnya, “matamu” menjadi “dagadu”, seperti merek industri kaos terkenal yang digemari anak muda di Yogya. Bahasa walikan ini awalnya muncul sebagai bahasa gaul di lingkungan kampus, sebagai respon terhadap masuknya pengaruh kultur baru yang dibawa para mahasiswa dari luar kota Yogyakarta.

Jika bahasa walikan adalah respon kultural anak muda terhadap perubahan yang datang dari luar, dan bahasa prokem punya konteks perlawanan anak muda urban kelas menengah terhadap hipokrisi orang dewasa, maka bahasa alay saat ini lebih mencerminkan kultur yang arbitrer, serba acak dan suka suka. Penyebabnya, teknologi komunikasi dan informasi dengan jejaring informasi betul-betul membuat dunia lebih datar, seolah-olah tiap individu bebas untuk mengusung produk budaya masing-masing. Sehingga de facto tidak ada aturan yang benar-benar dianut secara baku seperti tampak dari bentuk bahasa alay yang tidak beraturan itu. Buat Anda generasi dewasa jangan merasa tertinggal jika Anda tidak mampu mengejar istilah-istilah baru ini. Karena semakin dikejar, semakin banyak yang muncul lebih aneh lagi, sama banyak dengan yang tersisih karena dianggap lawas dan “jadul”.

74d1, 5l4m4t d4t4n9 d1 dun14 a1ay!

------------ Artikel ini ditulis berdasarkan analisa hasil riset sindikasi terhadap hampir 800 responden anak muda di 6 kota besar di Indonesia, SES A-B, Umur 16-35, yang dilakukan bulan Februari-Maret 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan Komunitas Marketeers.

Tulisan 43 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com