Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunjangan Guru Tak Lancar

Kompas.com - 27/12/2010, 03:58 WIB

Jakarta, Kompas - Sejumlah guru di beberapa daerah mengeluh karena dana tunjangan guru sebesar Rp 250.000 per bulan pencairannya tidak lancar. Tunjangan guru itu diberikan bagi guru yang belum lolos sertifikasi. Adapun yang sudah lolos mendapat tunjangan profesi satu kali gaji pokok.

Guru-guru di Kota Bandung, akhir pekan lalu, mengatakan, sejak Januari 2009, mereka baru menerima satu kali tunjangan guru yang dirapel untuk enam bulan. ”Pembayarannya terlambat satu setengah tahun karena baru cair Juli 2010. Setelah itu, tak pernah ada pembayaran lagi,” kata seorang guru di Bandung. Uang tunjangan rapel itu pun tidak utuh diterima guru, tetapi dipotong 25 persen, termasuk pajak.

Tunjangan untuk guru pertama kali disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan para guru yang hadir pada peringatan Hari Guru Nasional 2009 dan Hari Ulang Tahun Ke-64 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, 1 Desember 2009. Saat itu Presiden mengatakan, ia telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri Sipil. Besarnya Rp 250.000 per bulan dan dihitung mulai Januari 2009.

Meski demikian, sejumlah guru di Sukabumi, Cirebon, Bandung, dan beberapa kota lain mengatakan, pencairan dana tunjangan guru itu tak lancar. ”Dana tunjangan 2009 saja belum cair semuanya, apalagi tunjangan 2010,” kata seorang guru.

Selain dana tunjangan guru, dana tunjangan daerah yang diberikan pemerintah kabupaten/ kota untuk guru juga dipotong. Di Kabupaten Sumedang, misalnya, dana tunjangan daerah untuk guru Rp 175.000 per bulan, sedangkan di Kota Bandung sebesar Rp 100.000 per bulan. Namun, dana ini pun tidak utuh diterima guru.

Langsung ke daerah

Secara terpisah, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dana untuk tunjangan guru dan berbagai keperluan pendidikan lainnya sebagian besar disalurkan langsung ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten dan kota. Untuk tahun 2011, misalnya, daerah akan menerima Rp 154 triliun, antara lain untuk membayar gaji guru Rp 94 triliun, biaya operasional non-gaji Rp 11 triliun, tunjangan profesi guru Rp 16 triliun, dan bantuan operasional sekolah Rp 17 triliun.

Fasli mengatakan, pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri telah melakukan sosialisasi tentang pengelolaan dana dekonsentrasi. ”Kami juga meminta daerah agar jangan sampai mempersulit pengelolaan dan pertanggungjawaban dana dekonsentrasi,” kata Fasli.

Ade Irawan dari Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan, dana dekonsentrasi pendidikan rentan diselewengkan di tingkat pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah. ”Dari kasus-kasus yang ditemukan, dana dekonsentrasi kerap digunakan tak sesuai peruntukannya,” kata Ade Irawan.

Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola mengatakan, untuk mencegah penyelewengan, harus diperkuat sistem kontrol anggaran oleh asosiasi guru dan orangtua siswa yang betul-betul independen. Meski demikian, hal ini diakui tidak mudah karena banyaknya komite sekolah yang justru menjadi perpanjangan tangan kepala sekolah.

”Sering ditemui kasus komite sekolah yang justru tidak independen karena mereka merupakan orang-orang dekat kepala sekolah,” kata Thamrin.  (THY/LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com