Setiap kali bunyinya kurang baik, karet itu mereka bongkar dan diganti dengan karet lain. Kalau bunyinya kurang nyaring, mereka tinggal mengencangkan atau membenahi posisi karet penutup rongga pipa. ”Kami mendapat ide membuat ketipung dari Klantink, grup pengamen yang memenangi Indonesia Mencari Bakat (IMB),” kata Rohmat.
Tak jauh dari mereka, sejumlah siswa SD 04 Terban membuat boneka-boneka kayu dengan barang-barang bekas dan pensil. Barang bekas itu berupa sobekan kain, bulu ayam, bambu, dan kayu. Boneka itu bentuknya beragam, memperlihatkan keberagaman suku di Indonesia, profesi, atau model.
Guru pendamping siswa SD 04 Terban, Muh Faizin, mengemukakan, melalui keterampilan membuat boneka, siswa belajar berkreativitas dan mengenal keberagaman Indonesia. Mereka juga diajari menghargai dan memanfaatkan barang-barang bekas. ”Kalau nanti Museum Purbakala jadi dikembangkan di Desa Terban, boneka-boneka itu bisa menjadi suvenir bagi para pengunjung,” kata Faizin.
Begitulah potret Lomba Kreasi Siswa dalam Festival Patiayam 2010 di Desa Terban, Selasa (28/12). Lomba itu diikuti 60 siswa SD dan 40 siswa TK yang berada di Desa Terban. Dalam lomba itu, para peserta membuat kerajinan kriya berupa bunga, lukisan, layang-layang, alat musik, boneka, gantungan baju, dan tempat alat-alat tulis.
Desa Terban merupakan sebuah desa yang mempunyai kekayaan sejarah purbakala yang bernama Situs Patiayam. Situs itu berada di Gunung Patiayam. Patiayam merupakan suatu kubah yang berada di kaki selatan Gunung Muria.
Dahulu, Patiayam merupakan lautan yang mengalami proses pengendapan ketika Gunung Muria meletus sekitar lima juta tahun lalu. Di lokasi itu ditemukan fosil manusia purba, vertebrata, moluska, yang berumur 500.000-1.000.000 tahun lalu.
Kepala Seksi Nilai Sejarah dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus Sancaka Dwi Supani mengemukakan, kegiatan itu merupakan pancingan agar masyarakat siap berkreasi menyongsong pengembangan Situs Patiayam. Melalui lomba kreasi siswa, terutama di bidang kriya, mereka mampu menelurkan ide-ide baru untuk menggerakkan perekonomian keluarga atau desa.
”Tumbuhnya pariwisata di Patiayam diharapkan mampu menumbuhkan dampak berantai, terutama bagi ekonomi kerakyatan Desa Terban. Selama ini warga belum siap dengan kemajuan dan pengembangan Situs Patiayam,” katanya.
Seniman Kudus sekaligus Juri Lomba Kreasi Siswa, Hadi Dahlan, mengatakan, lomba itu menjadi indikasi mulai pudarnya seni kriya tradisional. Sebagian besar peserta terjebak pada bahan bernuansa modern, seperti plastik dan kertas.
Bahan-bahan dari unsur alam, seperti daun, kayu, biji-bijian, dan kulit buah, tidak banyak digunakan. Dalam pengerjaannya pun, para siswa kurang mandiri lantaran banyak yang menaati perintah guru pendamping. ”Meski begitu, beberapa di antara peserta memadukan unsur tradisional dan modern, baik ide, bahan, maupun proses pembuatannya,” kata Hadi.
Menurut Hadi, pudarnya seni kriya tradisional disebabkan faktor lingkungan, tempat tumbuh-kembang anak-anak. Yang justru lebih banyak menginspirasi anak-anak adalah televisi.(HENDRIYO WIDI)