Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumber Pembentukan Karakter Bangsa

Kompas.com - 07/01/2011, 03:33 WIB

Oleh St Sularto

Tradisi Lisan Penetapan Asosiasi Tradisi Lisan sebagai satu-satunya lembaga swadaya masyarakat oleh UNESCO, Desember 2010, merupakan bukti kehadiran lembaga nirlaba ini dihargai dunia. Tidak oleh pemerintah negara sendiri, Indonesia. 

Menyelenggarakan pertemuan dua tahun sekali sejak 1998, berlangsung di sejumlah daerah, hasilnya antara lain rekaman tertulis berupa naskah-naskah buku, lembaga ini memberikan jasa besar dalam mendokumentasikan kekayaan kreatif bangsa.

Pewarisan budaya merupakan proses sosial. Karena bangsa kita berbudaya nonton partner berbudaya lisan, sebelum mengenal budaya tulis, tradisi lisan antara lain berupa narasi, legenda, anekdot, wayang, pantun, atau syair. Dalam cakupan lebih luas, tradisi lisan juga berupa pembacaan sastra, visualisasi sastra dengan tari dan gerakan, termasuk pameran. Dia berkaitan dengan sistem kognitif masyarakat, seperti adat istiadat, sejarah, etika, sistem genealogi, dan sistem pengetahuan.

Indonesia dengan kekayaan budayanya, yang perlu dikenal dan dikembangkan, dalam kemasan harian Kompas ”Mengenal Tanah Air” dan kemudian ”Merajut Nusantara” sebagai tema perayaan 45 tahun kelahirannya termasuk dalam konteks keinginan merekam budaya tradisi lisan. Itulah kekayaan budaya. Industri kreatif bangsa kita, sumber inspirasi penciptaan produk kreatif, misalnya musik dan televisi, film, teater, opera sebagai duplikasi dari industri kreatif, sehingga kekayaan daerah seperti I La Galigo dari Makassar atau Ramayana dan Mahabarata dari Jawa Tengah menjadi kekayaan budaya yang memperkaya khazanah Tanah Air.

Pernyataan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pudentia MPPS tentang pentingnya mencari nilai tambah tradisi lisan yang dilakukan ATL selama ini dipertegas oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal. Bahwa pembentukan karakter bangsa yang belakangan ini menjadi isu di kalangan pendidik perlu dikembalikan pada keragaman kultur kita. Tradisi lisan, kekayaan budaya—kita alami lebih dulu budaya omong dibanding budaya tulis—harus dilestarikan sebagai pengaya pendidikan karakter bangsa. Mengibaratkan anak sebelum 6 tahun yang memiliki 100 miliar sel otak merupakan potensi, bangsa ini juga demikian.

Ditempatkan dalam tradisi lokal, kekayaan dari daerah, setiap daerah merupakan kekayaan sendiri. Kementerian Pendidikan Nasional mendukung kehadiran ATL dengan usahanya merekam kekayaan budaya kreatif bangsa Indonesia, sejalan dengan dukungan institusional Kementerian Budaya dan Pariwisata.

Pergelaran yang diselenggarakan bersamaan dengan seminar tiga hari, 19-22 November, di Pantai Pasir Padi—kebiasaan seperti enam seminar sebelumnya—merupakan kesatuan logis. Di sana ditampilkan kesenian daerah yang mengandung kearifan lokal. Dalam peristiwa itu ada perasaan bangga atas keragaman Indonesia, yang juga direpresentasikan peserta yang berasal dari seluruh pelosok Tanah Air.

Cerita rakyat atau dongeng hanya salah satu contoh dari sekian banyak ragam tradisi lisan atau tuturan. Dia seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat masa kini untuk menggugah kembali nilai-nilai yang dibutuhkan. Contohnya pela gandong, yang disebut oleh pengajar mata kuliah hukum adat Unpatti, Fricean Tutuarima, sebagai penjaga pascakonflik Ambon. Ia menjadi perajut kembali hubungan orang bersaudara di Maluku.

Ingatan kolektif dunia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com