Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemdiknas Akui Penyimpangan Dana

Kompas.com - 11/01/2011, 15:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan Nasional mengakui terjadi penyimpangan pada beberapa proyek di jenjang perguruan tinggi seperti temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2009 yang menyebutkan adanya dana tidak jelas sebesar Rp 2,3 triliun. Namun penyimpangan itu bukan berarti terjadi penyelewengan anggaran karena tidak ada transaksi dan tidak berindikasi pada tindak pidana korupsi.

Hal itu ditegaskan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh seusai melantik 390 pegawai kemdiknas tingkat Eselon IV, Selasa (11/1), di Jakarta. "Temuan BPK itu jangan tergesa-gesa disimpulkan ada tindak pidana korupsi. Tidak otomatis seperti itu. Memang keluar dari jalur tetapi belum tentu dipakai untuk korupsi," ujarnya.

Salah satu temuan BPK itu adalah proyek-proyek di perguruan tinggi seperti Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Mataram senilai Rp 19,5 miliar. Selain itu ada pula yang terkait dengan pembelian tanah seluas 1,5 hektar di Kinabalu, Malaysia, untuk pembangunan kompleks Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu. Dana tidak jelas yang dimaksud BPK adalah total seluruh proyek di kemdiknas senilai Rp 2,3 triliun.

Plt Inspektur Jenderal Kemdiknas Wukir Ragil mengaku telah memeriksa beberapa lembaga dan satuan kerja di kemdiknas yang disorot BPK diantaranya Universitas Airlangga (Unair). Selain Unair, Kemdiknas juga tengah memeriksa Universitas Jember dan Universitas Udayana Bali.

Permasalahan di Unair, kata Wukir, adalah keterlambatan pengerjaan pembangunan RS Pendidikan Unair. Akibatnya, peralatan medis yang sudah dibeli belum dapat digunakan. Unair akan melanjutkan pembangunan lagi dan telah memberi teguran keras pada kontraktor bangunan karena tidak bisa selesai tepat waktu, ujarnya.

Sanksi

Khusus kasus Unair, BPK menemukan adanya peralatan medis senilai Rp 38 miliar yang belum berfungsi padahal seharusnya su dah harus difungsikan. Selain itu ditemukan pula keterlambatan pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 15 miliar. Nuh menjelaskan pihaknya telah mempertemukan rektor Unair dengan BPK.

Menurut pengakuan rektor Unair, peralatan medis itu belum dapat digunakan karena sarana prasarana yang belum memadai. Disimpan di gudang karena belum ada ruangannya. Kami harap RS Pendidikan Unair itu sudah diresmika Maret atau April 2011, kata Nuh.

Pembangunan sarana prasarana fisik di Unair itu seharusnya selesai November lalu. Oleh karena tidak tepat waktu, kontraktor proyek itu telah masuk daftar hitam. Bukan hanya itu. Pemimpin proyeknya pun, kata Nuh, akan diturunkan pangkatnya atau akan diberi teguran tidak puas tergantung pada tingkat kesalahannya. Kami sudah menindaklanjuti semua rekomendasi BPK dan kini tinggal mengawasi pelaksanaannya, ujarnya.

Untuk mencegah penyimpangan dan meminimalisir persekongkolan, mulai tahun 2011 kemdiknas seluruh pengadaan barang dan jasa akan dilakukan secara elektronik (e-procurement) sejak proses tender suatu proyek. "Yang rawan penyimpangan dan penyelewengan itu ketika proses tender. Selain cara elektronik itu, kami juga akan meningkatkan kapasitas para pemimpin proyek di dalam lingkup kemdiknas," kata Nuh. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com