Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH: Ada Kejanggalan di Dikti Kemdiknas

Kompas.com - 19/01/2011, 11:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari menyatakan banyak kejanggalan terkait dengan kasus penangkapan Drs Abdul Rifai (80) dan Dra Zaliha Lasope (70), suami-istri pendiri Yayasan Universitas Islam Buton (Unisbun), oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara. Terhitung sejak 30 Desember 2010 hingga Selasa (18/1/2011) kedua pendiri Unisbun itu masih mendekam di Rumah Tahanan Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.

Saat ini kasus tersebut ditangani LBH Kendari, yang pada Senin lalu melakukan advokasi ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta. Pihak LBH Kendari memaparkan, setelah melalui berbagai proses, akhirnya pada 30 Desember 2010 pasangan suami-istri itu resmi ditahan di Rutan Bau-Bau dan sejak itulah LBH Kendari turun tangan untuk melakukan advokasi bagi pasangan Rifai-Zaliha.

"Saya yakin ada permainan dari semua ini," kata Yonathan.

Ia memaparkan, permainan tersebut bisa dilihat dari kejanggalan surat-menyurat antara pihak Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional dan Unisbun, dalam hal ini Abdul Rifai. Dalam perkembangan perkara yang awalnya hanya Pasal 263 Ayat 1 KUHP, LBH menyatakan ada satu surat yang nomor, tanggal, dan tahunnya sama dengan yang dikeluarkan Dikti dan yang dipegang Rifai.

"Tapi, isinya berbeda antara yang dipegang keduanya. Yang dipegang Rifai menyatakan bahwa izin operasional Unisbun dapat dipertimbangkan, sementara yang dipegang oleh Dikti, dalam hal ini oleh penyidik Polda, isinya tidak dapat dipertimbangkan," ujar Yonathan kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu.

Dia menuturkan, ada kejanggalan saat pihaknya bertemu dengan Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama Dikti serta mengklarifikasi perbedaan kedua surat itu, khususnya soal surat yang asli. Ternyata, kata Yonathan, yang diakui Dikti adalah surat yang dipegang Polda.

"Lho, berarti ada dua surat, tapi hanya satu yang diakui. Surat dari Dikti itu capnya kementerian, tapi surat yang dipegang Rifai capnya departemen. Logikanya berarti Dikti telah punya cap kementerian sejak 2008," papar Yonathan.

Itu baru persoalan cap. Kejanggalan lain temuan LBH adalah semua surat izin yang dikeluarkan  Dikti dan diterima Rifai dinyatakan palsu oleh Dikti. Ketika diklarifikasi oleh LBH tentang alasan surat izin tersebut bisa keluar, Dikti menolak mengatakan soal itu.

"Saya agak bersitegang soal ini. Saya juga tanyakan, mana orang Dikti yang bernama A Riyanto? Karena, berdasarkan keterangan Rifai, A Riyanto itulah yang selama ini dikirim Dikti untuk melakukan supervisi dan mengecek langsung keberadaan Unisbun," ungkapnya.

Anehnya, lanjut Yonathan, kedatangan A Riyanto justru berdasarkan surat tugas dari Dikti dan ketika diklarifikasi surat tersebut tidak diakui Dikti.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com