Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada yang Tidak Beres di Dikti?

Kompas.com - 19/01/2011, 12:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - LBH Kendari menilai, ada beberapa kejanggalan terkait penangkapan Drs Abdul Rifai (80) dan Dra Zaliha Lasope (70), suami-istri pendiri Yayasan Universitas Islam Buton (Unisbun), oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara dan sejak 30 Desember 2010 hingga Rabu (18/1/2011) ini, kedua pendiri Unisbun itu masih mendekam di Rutan Bau-bau, Sulawesi Tenggara.

Salah satu kejanggalan adalah bukti surat-menyurat antara pihak Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementrian Pendidikan Nasional dengan Unisbun, yang dalam hal ini adalah Abdul Rifai.

Yonathan dari LBH Kendari menuturkan hal tersebut kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (19/1/2011). Ia mengatakan, dalam perkembangan perkara yang awalnya hanya Pasal 263 Ayat 1 KUHP, ada satu surat yang nomor tanggal dan tahunnya sama dengan yang dikeluarkan olek Dikti dan yang dipegang Rifai.

Namun, kejanggalan muncul saat pihaknya bertemu dengan Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Dikti dan mengklarifikasi perbedaan kedua surat itu, khususnya soal surat yang asli. Ternyata, kata Yonathan, yang diakui Dikti adalah surat yang dipegang oleh Polda.

"Lho, berarti ada dua surat tapi hanya satu yang diakui. Surat dari Dikti itu capnya Kementrian, tapi surat yang dipegang Rifai capnya Departemen. Logikanya adalah, berarti Dikti telah punya cap Kementrian sejak 2008," papar Yonathan.

Selain persoalan cap, kejanggalan lain temuan LBH adalah ihwal semua surat ijin yang telah dikeluarkan oleh Dikti dan diterima Rifai dinyatakan palsu oleh Dikti. Ketika diklarifikasi oleh LBH tentang alasan surat izin tersebut bisa keluar, Dikti menolak mengatakan soal itu.

"Saya agak bersitegang soal ini. Saya juga tanyakan, mana orang Dikti yang bernama A Riyanto? Karena berdasarkan keterangan Rifai, A Riyanto itulah yang selama ini dikirim Dikti untuk melakukan supervisi dan mengecek lamgsung keberadaan Unisbun," ungkapnya.

Anehnya, lanjut Yonathan, kedatangan A Riyanto justeru berdasarkan surat tugas dari Dikti dan ketika diklarifikasi surat tersebut tidak diakui Dikti.

"Pihak Dikti bilang tidak ada tim yang dikirim ke Buton. Lalu saya tanya, pak Riyanto ini siapa? Mereka bilang betul ini staf Dikti dan dikatakan sebagai staf biasa yang sedang dalam posisi pensiun dan akan dipecat. Lho, seharusnya A Riyanto ini peran kunci untuk membongkar kasus ini," tegas Yonathan.

Di sisi lain, Yonathan menyesalkan sikap Polda Sultra yang tidak pernah memeriksa atau mengecek sosok A Riyanto. Padahal dalam BHP mengatakan, kuasa pengurusan izin sudah menyatakan A Riyanto sebagi kuasa Unisbun untuk mengurus surat-surat Unisbun dan diberikan ke Dikti agar izinnya keluar.

"Ini yang tidak diakui oleh Dikti," ujar Yonathan.

Kejanggalan lain, lanjut dia, adalah sebuah surat dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) terkait penerimaan dosen Unisbun untuk mengambil beasiswa S-3 dari Dikti Kemdiknas. Yonathan mengatakan, surat itu berisi bahwa para dosen tersebut bisa memperoleh beasiswa Dikti setelah mendapat rekomendasi dari tempatnya mengajar.

"Namun begitu saya klarifikasi, Dikti bilang ini sebagai kesalahan pendataan Dikti. Berarti, kalau argumentasi itu dipakai, kesalahan surat-surat itu ada yang diterima atau tidak, ada yang diakui dan tidak, berarti Dikti memang tidak beres," tegas Yonathan.

Lainnya, kata Yonathan, Unisbun secara de facto sebetulnya diakui berkualitas oleh masyarakat. Hal itu terbukti dari tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) guru di Kabupaten Buton Utara. Dari delapan guru yang dibutuhkan, semuanya berasal dari lulusan Unisbun.

"Jadi, apa masih tidak diakui Dikti? Saya sudah ke Komisi X DPR. Saya katakan pada mereka, ini satu-satunya universitas yang tidak pungut SPP secara permanen karena SPP bisa dibayar kapan saja," paparnya.

Sebelumnya diberitakan, Lembaga Bantuan Hukum Kendari menduga ada "permainan" yang mengakibatkan Drs Abdul Rifai (80) dan Dra Zaliha Lasope (70), pasangan suami-istri pendiri Yayasan Universitas Islam Buton, ditangkap Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara sejak 30 Desember 2010 hingga hari ini, Selasa (18/1/2011).

LBH menilai ada pihak-pihak yang tidak senang dengan Unisbun yang berani menggelar pendidikan gratis bagi mahasiswa yang tidak mampu membayar uang kuliah dan menggantinya setelah lulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau