Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percepat Restorasi Kawasan

Kompas.com - 28/01/2011, 05:20 WIB

Dalam Lokakarya Konservasi Taman Nasional Gunung Merapi, Selasa, (25/1) di Yogyakarta, pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Taufik Tri Hermawan, memaparkan, sekitar 2.400 hektar dari total 6.000 hektar luas taman nasional itu rusak parah akibat erupsi Merapi.

Kerusakan sebagian besar diakibatkan terjangan awan panas, semburan abu vulkanik, dan luncuran material vulkanik. Pada kasus Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), kerusakan ekosistem hutan berakibat fatal karena yang terkena zona inti merupakan kawasan alami yang masih tersisa.

”Rusaknya ekosistem hutan, selain mengganggu habitat berbagai hidupan liar yang ada sebelumnya, juga berpotensi merusak atau menghilangkan fungsi hutan lainnya, yaitu sebagai pengatur hidrologi kawasan, penyerapan karbon, dan sumber plasma nutfah,” papar Taufik.

Volume material vulkanik erupsi Merapi yang diperkirakan mencapai 150 juta meter kubik menutup lereng bagian barat dan selatan gunung. Timbunan material ini mematikan berbagai vegetasi, termasuk tanaman yang selama ini dimanfaatkan masyarakat secara langsung, seperti bambu dan kalanjana, maupun yang tidak langsung, yaitu vegetasi penangkap air, seperti rasamala, dadap, dan albizia.

Ekolog dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Tjut Djohan, mengemukakan, suatu ekosistem tidak bisa pulih sendiri jika terkena kerusakan sangat besar, jauh di atas kemampuan daya dukungnya.

Kepala TNGM Kuspriyadi mengatakan, secara periodik kawasan Merapi selalu terkena dampak erupsi dan secara periodik pula pulih sendiri. Setiap kali terjadi erupsi, tidak lama kemudian tunas tanaman baru muncul di lahan yang terkena erupsi. ”Namun, karena kita sangat berkepentingan dengan pulihnya Merapi, proses restorasi perlu dipercepat,” kata Kuspriyadi.

Rencana restorasi TNGM, lanjut Kuspriyadi, dilakukan bertahap dengan perencanaan sesuai tiga kondisi wilayah, yaitu wilayah rusak total, wilayah yang hanya tertutup sebagian, dan wilayah tidak terdampak. Pengelola TNGM bekerja sama dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian Yogyakarta untuk menyesuaikan rencana restorasi dengan potensi bahaya. Proses restorasi rencananya dimulai tahun ini.

Aktivis Yayasan Kanopi Yogyakarta, Sulistyono, menilai, masyarakat perlu dilibatkan dalam rencana restorasi agar paham tahap yang harus dilakukan. Ini untuk mengantisipasi antusiasme upaya penghijauan swadaya yang dilakukan warga di lereng Merapi, tanpa menghiraukan prinsip konservasi. (DOT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com