Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Alam Menggusur Manusia

Kompas.com - 28/01/2011, 05:25 WIB

Tirtoredjo (70), warga Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa (25/1), mengeruk gundukan pasir dan abu Merapi yang mengubur fondasi rumahnya. Wajahnya berbinar ketika cangkulnya menyentuh lantai keramik yang ternyata masih utuh.

”Ini rumah saya, bersebelahan dengan rumah anak saya. Rencananya akan dibangun lagi, beruntung lantainya masih utuh,” ujar Tirtoredjo.

Dia makin bersemangat menyerok pasir dan abu lalu memasukkannya ke dalam gerobak dorong. Entah berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk mengeruk pasir dan abu vulkanik hingga batas-batas rumahnya yang berukuran enam kali delapan meter itu bisa berwujud.

Dusun Kopeng di tepi Kali Gendol tertimbun pasir dan abu vulkanik setebal 2-3 meter. Sebagaimana sebagian besar warga yang hidup di lereng Merapi, Tirto dan anaknya mengandalkan peternakan dan pertanian sebagai mata pencarian. Kekayaannya enam ekor sapi perah dan 35 batang sengon. Seluruh sapinya tak sempat diselamatkan. ”Yang satu ekor bahkan belum lunas kreditnya,” kata Tirtoredjo.

Material vulkanik yang dibawa letusan awan panas setidaknya meluluhlantakkan 26 dusun yang ada di Desa Kepuharjo, Glagaharjo, Umbulharjo, Argomulyo, dan Wukirsari. Semua di Kecamatan Cangkringan. Yang terparah adalah Kepuharjo. Sekitar 700 hektar dari 875 hektar wilayahnya tersapu awan panas.

Dusun Kopeng termasuk dalam delapan dusun di Desa Kepuharjo yang terkena dampak letusan Merapi. Seperti sebagian besar dusun lainnya yang berada dalam radius 10 kilometer dari Merapi, dusun ini pun hancur diterjang awan panas.

Jika di Dusun Kopeng masih ada tanda-tanda kehidupan, Dusun Petung yang berada sekitar tiga kilometer di bawahnya seperti kampung mati. ”Anda memasuki Lokasi Bekas Erupsi Merapi Desa Petung. Tempat 17 korban meninggal”. Pengumuman itu terpajang di sebuah spanduk besar berkain hijau di mulut jalan masuk dusun.

Bukan spanduk yang lazim untuk sebuah daerah yang dulunya jadi salah satu tujuan wisata. Jalan masuk ke dusun itu rusak berat. Sebuah jembatan darurat dari bambu dan kayu melintas kali kecil yang kering dengan pinggiran menghitam. Tampak sisa pohon-pohon bambu yang gosong di sepanjang pinggiran kali. Rongsokan sepeda motor di depan masjid yang separuh bangunannya terkubur pasir jadi penanda jangkauan awan panas dari puncak Merapi.

Kampung itu juga berlokasi di pinggir Kali Gendol. Asap belerang masih mengepul dari tengah lautan pasir di atas. Di kejauhan, puluhan truk dan back hoe terlihat mengeruk pasir.

Sebelum Merapi meletus, Dusun Kopeng, Kaliadem, Petung, dan Kepuh adalah tujuan favorit wisatawan yang ingin menikmati kesejukan alam. Tak heran, meskipun berada di aliran erupsi Merapi, wilayah sekitar Kepuharjo marak dengan fasilitas bersantai. Sekitar satu kilometer ke barat, ada Lapangan Golf Cangkringan. Di sebelahnya berdiri fasilitas Cangkringan Spa.

Data terakhir yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, kerugian dan kerusakan akibat erupsi Merapi di DI Yogyakarta mencapai Rp 5,4 triliun, sementara di Jawa Tengah Rp 1,9 triliun. Nilai tersebut belum termasuk kerugian dan kerusakan dari bahaya sekunder banjir lahar dingin. Kabupaten Sleman merupakan daerah yang paling terkena dampak bencana Merapi, menyusul Magelang, Boyolali, dan Klaten. Sebagian besar penduduk yang terkena erupsi Merapi di empat kabupaten itu bermata pencarian di subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Nilai kerugian sektor pertanian mencapai Rp 1,326 triliun.

Sektor pertanian (terutama persawahan) dan perikanan sangat terpukul karena banyak bangunan irigasi yang rusak berat, hanyut, ataupun terkubur sedimen dan batu-batuan. Besarnya muatan sedimen yang memasuki saluran irigasi juga menyebabkan tingginya endapan di dalam sistem irigasi. Hal ini menyebabkan rusaknya beberapa struktur bangunan dan pengendapan pada alur air yang telah menyebabkan terputusnya pasokan air ke lebih dari 16.000 hektar sawah.

Dahsyatnya dampak erupsi tidak hanya disebabkan aliran awan panas. Abu dan pasir Merapi juga merugikan peternak ikan di Kecamatan Cangkringan, Turi, Pakem, dan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Menurut Frans Making, petugas penyuluh lapangan Balai Besar Pembenihan Ikan Ngemplak, ratusan kolam pembenihan dan pembibitan ikan di Desa Sindumartani tertutup abu dan pasir.

Kondisi air yang berhulu di Merapi keruh tertimbun material. Material yang mengandung sulfur membuat kualitas air jelek. Sebagian besar peternak ikan beralih dari usaha pembenihan dan pembibitan ke pembesaran. Budiono, peternak ikan lele di Umbulmartani, mengatakan, produksi ikannya anjlok dari lima ton jadi dua ton per hari. Tak hanya itu, kolam ikan mereka di tepi Kali Opak terancam disapu banjir lahar dingin. Achary, warga Dusun Pejambon Kidul, Sindumartani, kehilangan 20 kolam ikan. Ia masih harus mengungsikan indukan ikan di empat kolamnya yang lain.

Dampak erupsi Merapi tidak hanya dirasakan orang dewasa. Seluruh siswa SD Petung yang berjumlah 90 anak terpaksa menumpang di SD Batur yang berjarak sekitar dua kilometer. Mukiyem, warga Dusun Jambu, Kepuharjo, mengatakan, anaknya yang baru kelas satu tidak mau membaur dengan teman-teman barunya. ”Maklumlah anak-anak, takut karena belum kenal,” kata Mukiyem. Kerusakan bangunan sekolah dalam berbagai tingkatan (ringan, sedang, berat) terjadi pada 630 ruang kelas dan ruang pendukung di berbagai tingkatan pendidikan. Kerusakan terbanyak di kabupaten Sleman.

Dengan magnitude kerusakan yang sangat besar, menimpa ribuan orang dan mencakup berbagai sektor, rehabilitasi dan rekonstruksi pascaerupsi Merapi merupakan pekerjaan besar. Pemerintah memperkirakan, sejumlah dusun, seperti Petung dan Ngrakah, bahkan tidak bisa didiami lagi. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, perkiraan sementara kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascaerupsi Merapi sebesar Rp 2,05 triliun. Pemerintah akan mengalokasikan anggaran secara bertahap sejalan dengan upaya pembangunan kembali.

Dalam pembangunan, sebaik apa pun, penggusuran tidak bisa dihindari. Kali ini, alam yang menggusur manusia.

(DOTY DAMAYANTI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com