JAKARTA, KOMPAS.com — Sepanjang pemerintah tidak membangun infrastruktur dan membenahi tumpang tindih peraturan, investasi yang menyerap tenaga kerja sulit terwujud. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan akselerasi kebijakan pemerintah dalam menuntaskan pekerjaan rumah selama ini.
Demikian benang merah diskusi bertajuk ”Mudahkah Berusaha di Indonesia?” yang diselenggarakan Yayasan ABNR dan Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta, Selasa (8/2/2011).
”Kesenjangan pola pertumbuhan sangat jelas di mana sektor nontradable (jasa) sudah 8,5 persen dan tradable (barang) tinggal 3,8 persen. Kondisi ini terkonfirmasi dengan konsumsi listrik, gas, dan air minum yang anjlok. Bukan karena masyarakat semakin hemat listrik, melainkan karena tidak ada pertumbuhan dan kapasitas listrik semakin terbatas,” ujar ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri.
Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 6,1 persen, melampaui target 5,8 persen. Namun, konsumsi rumah tangga masih memegang peranan kunci dengan porsi 56,7 persen disusul investasi 32,2 persen dengan penurunan struktur industri manufaktur.
Kelambanan pembenahan berbagai persoalan mendasar yang dikeluhkan pengusaha membuat Indonesia sulit menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tak mengherankan pertumbuhan Indonesia menjadi yang terendah di Asia Tenggara dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Menurut Ferry P Madian, konsultan hukum yang juga menangani korporasi, berbagai persoalan lapangan yang bertentangan dengan peraturan dan janji pemerintah turut memengaruhi minat investor.
Ferry mengungkapkan, hasil survei Bank Dunia tentang kemudahan berbisnis tahun 2011 menyebutkan, Indonesia mendapat peringkat ke-121, turun dari peringkat ke-115 pada survei serupa tahun 2010.
Ferry memaparkan, seorang investor yang mau membentuk perseroan terbatas butuh waktu 47 hari. Padahal, menurut ketentuan, cukup 17 hari sejak dokumen fisik lengkap, memperoleh status badan hukum, sampai pendaftaran perseroan.
Mengatasi kesenjangan
Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, kesenjangan sosial dapat diminimalisasikan dengan secepatnya mendorong penciptaan lapangan kerja, baik oleh pemerintah maupun swasta.
Kesejahteraan dapat diukur dengan semakin meningkatnya jumlah orang yang bekerja. Ironisnya, tidak semua tenaga kerja yang tersedia memiliki keterampilan memadai.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengungkapkan, tahun ini pihaknya berupaya mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor padat karya.
Sudah ada 22 investor dari Korea Selatan, China, dan Taiwan berminat berinvestasi di industri alas kaki. Hal ini merupakan peluang menekan kesenjangan sosial. (HAM/OIN/OSA)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.