Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Sakit Kurangi Obat Paten

Kompas.com - 17/02/2011, 06:40 WIB

DEPOK, KOMPAS.com — Kenaikan harga obat sejak Januari berimbas pada pelayanan kesehatan. Rumah sakit swasta di Kota Depok, Jawa Barat, misalnya, mengurangi penggunaan obat paten agar konsumen mampu membeli obat yang diresepkan dokter.

”Kami mengurangi penggunaan obat paten dan mengganti dengan obat generik agar dapat melayani masyarakat yang daya belinya menurun,” kata Direktur Rumah Sakit Bhakti Yudha Syahrul Amri, Rabu (16/2/2011) di Depok.

Imbas kenaikan harga obat juga dirasakan para distributor obat. Tri Siswanto, distributor obat dari PT Millenium Pharmacon International, mengaku kesulitan mencapai target penjualan karena transaksi penjualan obat menurun tajam. ”Dibandingkan dengan bulan lalu, nilai penjualan turun 17,5 persen,” kata Tri.

Namun, ada rumah sakit yang tidak terpengaruh. Manajer Pelayanan Medis RSUD Cengkareng dr Budiman Widjaja mengaku sudah mengantisipasi kenaikan harga obat karena selalu terjadi setiap tahun. ”Biasanya sekitar Oktober atau November tahun sebelumnya rumah sakit sudah diberi tahu,” ungkap Budiman.

Menurut dia, pasien keluarga miskin tidak terpengaruh dengan kenaikan harga obat karena dibiayai pemerintah. Hal senada disampaikan Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Lia G Partakusuma. ”Pasien yang memiliki kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dilayani seperti biasa, gratis,” kata Lia.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, pekan lalu, menyatakan, ada rencana kenaikan pajak, termasuk pajak bahan kimia obat-obatan. Namun, hal itu tidak otomatis menaikkan harga obat. ”Saya akan meminta produsen obat menghitung analisis harga dasar obat dan menghitung margin yang diperoleh. Kalau margin sudah besar, tidak pantas kalau produsen menaikkan harga obat,” kata Endang. Menteri Kesehatan akan berupaya meminta pihak Direktorat Jenderal Pajak memberikan pengecualian pajak bahan kimia obat-obatan.

Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony Sunarjo menyatakan, kenaikan harga obat terjadi setiap tahun seiring dengan inflasi dan kenaikan biaya produksi. ”Harga obat akan naik jika biaya produksi naik, misalnya gaji pegawai, listrik, dan biaya perjalanan,” kata Anthony. Karena itu, untuk memastikan ketersediaan obat yang terjangkau masyarakat, pemerintah menetapkan harga obat generik berlogo.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan GP Farmasi Indonesia Kai Arief Selomulyo menyatakan, masalah harga obat yang mahal tidak akan selesai selama pemerintah tidak mendorong implementasi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan adanya asuransi kesehatan sosial bagi semua penduduk untuk memastikan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi rakyat. (NDY/COK/FRO/NEL/IND/OSA/ATK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau