Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revitalisasi Pendidikan Agama

Kompas.com - 22/02/2011, 02:56 WIB

Achmad Fauzi

Eskalasi penyegelan, penutupan, penyerangan, dan pemberangusan tempat ibadah yang terjadi sepanjang 2010 pada hakikatnya merupakan representasi sikap keberagamaan yang tribal.

Betapa bahayanya aksi itu, saat suatu kelompok secara leluasa ber-”kamikaze” menyerang kelompok lain yang dianggap berseberangan pemahaman agama. Akhirnya, substansi agama yang sejuk menjelma dalam paras yang kasar dan menakutkan. Wajar jika Moderate Muslim Society menilai tahun 2010 sebagai tahun kelam kebebasan beragama di Indonesia.

Dapatkah sektor pendidikan, khususnya pendidikan agama, memberikan sumbangsih dalam membangun kehidupan masyarakat yang humanis dan berwawasan multikultural?

Membangun toleransi dan kesepahaman antarsesama memang selayaknya ditanamkan sejak dini lewat jalur pendidikan. Apalagi sekolah menjadi jenjang peralihan dari keluarga ke masyarakat. Ketersediaan kurikulum pendidikan agama yang menekankan nilai-nilai luhur keagamaan sebagai software dalam berinteraksi membuat anak didik lebih siap menghadapi kehidupan yang plural.

Oleh karena itu, sekolah harus berperan ganda: tidak hanya mencerdaskan peserta didik lewat kegiatan alih pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga wajib melakukan transfer nilai (transfer value) sebagai pedoman bergaul dan mendefinisikan diri dalam masyarakat. Azyumardi Azra (1999) menegaskan, pendidikan dan pembelajaran multikultural di sekolah dapat membentuk kesadaran dan kepribadian anak didik, di samping transfer ilmu dan keahlian. Dengan proses semacam ini, suatu bangsa dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran, dan keahlian kepada generasi mudanya sehingga siap dalam menghadapi realitas sosial yang heterogen.

Kendala utama pendidikan multikultural terletak pada praktik pendidikan agama yang cenderung indoktrinatif dan berkutat pada pengajaran ilmu agama. Idealnya, pendidikan agama lebih menekankan pada ajaran moral, seperti kasih sayang, tolong-menolong, toleransi, tenggang rasa, menghormati perbedaan ras, menghormati eksistensi orang lain, dan sikap-sikap lain yang mendukung hubungan harmonis antarsesama.

Sikap moral seperti itu dapat ditanamkan lewat pelajaran perbandingan agama, baik di sekolah umum maupun agama. Tentunya pendekatan yang digunakan bukan pendekatan apologetis dan polemis yang cenderung memojokkan agama lain, melainkan pendekatan fenomenologis dan dialogis yang terbuka dalam melihat sisi positif agama lain.

Sebenarnya pada dekade 1980-an pernah muncul wacana agar pemerintah memasukkan mata pelajaran perbandingan agama dalam kurikulum sekolah menengah atas (SMA). Namun, sebagian umat Islam menolak dengan dalih takut terjadi sinkretisme yang bisa menggerogoti iman anak didik.

Pendidikan multikultural

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com