Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Kebangsaan dan Pendidikan Karakter

Kompas.com - 19/03/2011, 03:00 WIB

JC Tukiman Taruna

Berita di harian ini perihal akan diselenggarakannya pusat pendidikan kebangsaan atas kerja sama antara UNDP-Kemdiknas dan Kemdagri dan teknisnya diserahkan ke UI (Kompas, Selasa, 8 Maret 2011) perlu diberi beberapa catatan awal.

Kegiatan substansial dari pusat pendidikan kebangsaan (PPK) ialah ”melaksanakan kajian-kajian sehingga kita tahu Indonesia ke depan seharusnya seperti apa,” kata Menteri Dalam Negeri. Penegasan Mendagri tersebut menyiratkan betapa PPK ini digambarkan sekadar sebagai sebuah pusat studi sebagaimana di banyak universitas sudah berdiri berbagai pusat studi.

Catatan pertama, rasanya sayang kalau hanya akan setara sebagai sebuah pusat studi, sementara problem utama bangsa dewasa ini adalah permasalahan kebangsaan. Sehebat apa pun hasil kajian di sebuah pusat studi (di perguruan tinggi) yang selama ini telah berlangsung (a) sangat bercorak kognitif penuh kajian ilmiah, tetapi lemah dari sisi bagaimana mengimplementasikannya; (b) rekomendasinya pasti berbunyi ”diperlukan studi atau kajian atau penelitian lebih lanjut”; dan (c) membutuhkan tahapan lain (baca: panjang) ketika harus dapat memengaruhi para pengambil kebijakan di aras birokrasi pemerintahan kendati hasil kajian itu sangat penting.

PPK dipandang sangat strategis demi kepentingan berbangsa dan bernegara. Simak penegasan Rektor UI berikut: ”PPK bukan hanya untuk membangun generasi baru yang cinta bangsa, serta para politisi yang tahu praktik politik beretika, tetapi PPK diharapkan menjadi inspirasi untuk membawa pemikiran inovatif guna menghadapi tantangan ke depan dalam koridor Pancasila.”

Sebuah pusat studi/kajian di sebuah universitas sekalipun, pasti merasa terlalu berat mengemban pokok-pokok strategis seperti itu. Oleh karena itu, cita-cita besar yang terkandung dalam PPK ini perlu ditangani oleh lembaga yang lebih prestisius sehingga masukannya dapat langsung ke pengambil kebijakan.

Catatan kedua, PPK sebaiknya dikembangkan menjadi seperti Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), tetapi secara khusus difokuskan ke kepemimpinan dan etika. Dengan kata lain, PPK tentang kepemimpinan dan etika (Pancasila) perlu berkiprah dalam tataran implementasi. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatannya 75 persen berupa pelatihan praktis dan 25 persen lainnya bercorak kognitif.

Pendidikan budaya malu, misalnya, harus diimplementasikan betul-betul sehingga peserta pelatihan merasakan bagaimana rasa malu itu diajarkan orangtua kepada anak-anaknya, atau oleh pemimpin kepada anak buahnya. Kalau memang masyarakat Baduy Dalam dapat menjadi sumber inspirasi budaya malu, misalnya, para peserta pelatihan PPK perlu sekurangnya satu minggu tinggal di dalam masyarakat itu agar belajar langsung, merasakan langsung, dan berinteraksi langsung bagaimana budaya malu di sana diimplementasikan.

Banyak contoh menunjukkan betapa suku bangsa-suku bangsa kita sebenarnya kaya dengan berbagai praktik hidup jujur, sederhana, suka menolong, hormat terhadap alam lingkungan. Kekayaan budaya seperti itu pasti dapat menjadi media utama pelatihan dalam PPK.

Indikator berbangsa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com