Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Duit "Cekak" dan Kostum Garuda...

Kompas.com - 25/03/2011, 18:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kesuksesan Paduan Suara Mahasiswa Universitas Diponegoro (PSM Undip) meraih 3 emas dan 1 perak, serta juara umum pada 1st Vietnam International Choir Festival & Competition 2011 di Hoi An, Vietnam Tengah, 15-19 Maret lalu, telah banyak diketahui masyarakat karena mendapat liputan media nasional di Tanah Air. Akan tetapi, sepertinya tak banyak yang tahu cerita di balik kesuksesan mereka itu. Berikut ini, seperti dituturkan I Nyoman Gurntha, Staf Fungsi Pensosbud KBRI Hanoi, yang sempat bercengkerama dengan beberapa anggota PSM Undip:

Biasanya, kalau sebuah tim keluar sebagai pecundang dalam suatu pertandingan atau perlombaan, sudah pasti salah satu penyebab yang disebut-sebut adalah karena minimnya fasilitas dan dukungan dana sejak persiapan. Atau mungkin, ada lagi hal lain yang disebutkan agar kekalahan itu bisa diterima dan masuk akal.

Namun, tidak demikian halnya dengan tim PSM Undip. Semangat juang mereka memang luar biasa. Dedikasi mereka untuk mengharumkan kan nama almamater dan bangsa patut diacungi jempol. Ya, walaupun mereka bukan siapa-siapa sebelum berangkat ke arena festival internasional. Mereka hanya sekumpulan anak-anak muda yang tidak memiliki apa-apa, kecuali mimpi bisa mengikuti kompetisi internasional dan ingin mengharumkan nama Undip, juga Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh Astrid, salah seorang anggota tim yang ikut berlomba di Vietnam.

”Kami tidak punya apa-apa. Kami biasa menggunakan ruang terbuka untuk tempat latihan. Bahkan, jika tempat tersebut digunakan oleh UKM lain, latihan di pinggir jalan pun jadi,” ujar Astrid.

”Dana jelas tidak ada. Kami kumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil 'mengamen', jual pakaian bekas, cari job sana-sini, donatur, dan dari kantong pribadi,” tuturnya.

Tidak hanya Undip. Ada 8 tim paduan suara lain dari Indonesia yang ikut ambil bagian pada festival itu. Tiga di antaranya, yaitu Taulud Serafim, Gita Swara, The London School, juga merebut medali. Ketiga tim itu masing-masing meraih satu medali emas.

Prestasi itu semakin lengkap setelah medali perak juga diraih oleh empat tim lainnya, yakni Vajra Gita Nusantara dan ACS Jakarta masing-masing 2 perak, Methodist 1 Youth Choir, dan Voice Art masing-masing 1 perak. Jadi, tim-tim asal Indonesia merebut 6 emas dan 7 perak pada festival itu.

Namun, berbeda dengan tim Undip, tim-tim lain itu mampu sampai di tempat kompetisi dan kembali ke daerah masing-masing menggunakan transportasi jalur udara. Sementara tim PSM Undip hanya mampu menggunakan jalur udara dari Jakarta ke Ho Chi Minh dan dari Ho Chi Minh ke Jakarta.

Berdasarkan cerita mereka, dari Ho Chi Minh-Hoi An pulang-pergi, tim itu menggunakan bus sewaan. Mereka juga tinggal di penginapan kelas ekonomi, bukan hotel berkelas. Bahkan, mereka juga harus segera pulang setelah lomba tanpa mengikuti pengumuman hasil lomba pada acara penutupan karena kantong sudah ”cekak”.

”Tapi, Tuhan memang tidak pernah tidur. Dia memberikan hujan pada mereka yang menyiapkan ladangnya sehingga akhirnya dengan keterbatasan kami bisa pergi ke Vietnam. Kami satu-satunya tim yang menempuh perjalanan Ho Chi Minh - Hoi An pulang-pergi dengan bus selama 22 jam sekali jalan. Kami satu-satunya tim yang memilih paket akomodasi kelas ekonomi dua. Tapi, saya pribadi merasa senang menjalaninya, mungkin juga teman-teman yang lain sehingga perjalanan yang panjang jadi tidak terasa. Semua terasa menyenangkan,” kisah Astrid mengenang pengalamannya bersama 45 teman-temannya saat berada di Vietnam.

Bahkan, lanjut dia, saat kompetisi memperebutkan mahkota tertinggi festival, yaitu Grand Champion (Baca: Raih Juara, Nasib Undip Malah Terlunta), tim PSM Undip tampil hanya menggunakan kaus bekas berwarna biru tua. Meskipun demikian, mereka tampil all out, tanpa beban, ceria, dan penuh semangat.

”Lihat ini, Pak, baju kaus kami. Sebenarnya, di balik lambang Garuda ini ada logo organisasi. Karena kami tidak punya biaya untuk beli tambahan kostum, kami cari akal. Di atas logo itu kami tempeli lambang Garuda dan di belakang (punggung) kami tulis Indonesia,” celoteh Bode, dirigen PSM Undip sambil memperlihatkan dan membolak-balik kaus rekayasanya di Rumah Sakit Da Nang saat menunggu Febri.

Aral menguatkan motivasi

Sukses tim PSM Undip ternyata banyak mendapat halangan. Tidak hanya karena Febriyanto, komandan tim yang masuk rumah sakit, tetapi musibah lain juga mereka alami. Semasa persiapan, ada anggota tim yang terjatuh. Saat di Ho Chi Minh, mereka juga kehilangan uang bekalnya sebesar 1.000 dollar AS.

”Banyak halangan untuk bisa sampai di sini. Saat masa-masa latihan di Indonesia, anggota kami ada yang terjatuh. Di Ho Chi Minh kami kehilangan uang dan Febri masuk rumah sakit,” tutur Bode menjelang tengah malam sambil duduk lesehan bersama staf KJRI di lorong Rumah Sakit Da Nang, Sabtu (19/3/2011).

Meskipun demikian, mereka yang sejak semula bekerja sebagai sukarelawan untuk tim PSM Undip tidak mengendurkan semangatnya membantu Febri. Mereka bahkan menggali dukungan dana dan berhasil. Mereka justru memompa motivasi untuk terus semangat berlomba.

”Kami tetap bersyukur. Nyatanya, kami tetap bisa bertahan di Vietnam. Tetapi kami sedih, selama kompetisi ini, teman kami Febri harus dirawat di Rumah Sakit Da Nang dan sampai sekarang masih belum bisa berkumpul bersama kami di Indonesia. Sedih sekali dan saya menangis setiap mengingatnya. Sekarang kami semua sudah berada di Indonesia dengan selamat, tapi masih ada teman kami, Febriyanto, Dobe dan Dony yang masih tertinggal di Vietnam. Semoga Febri bisa cepat pulih dan dibawa pulang ke Tanah Air. Kami semua sayang dan merindukan mereka,” ujarnya.

”Kami juga terus menggalang dukungan untuk kesembuhan Febri dan mendoakan mereka. Kami di Semarang menggalang dana. Selain iuran, bantuan alumni dan kerabat, kami juga menggalang dana dari seluruh warga yang mungkin tidak mengenal Febri agar turut terketuk hatinya. Para alumni di Jakarta pun terus menggalakkan dukungan,” ujarnya.

Dana kini mulai terkumpul (Baca: Undip Fasilitasi "Gerakan Peduli Febri"). Hanya mungkin jumlahnya masih jauh dari angka yang harus didapat. Namun, tim PSM Undip tetap yakin jumlah tersebut akan terus bertambah setiap harinya.

”Kami sudah kembali mengamen dan menjual pakaian bekas lagi. Saya yakin, dengan kesatuan hati dan semangat, pasti kami bisa membawa pulang Febri ke Tanah Air dalam keadaan sehat. Kami berterima kasih atas perhatian dan dukungan KBRI dan KJRI, serta masyarakat Indonesia di Vietnam kepada kami. Tanpa dukungan mereka sulit rasanya Febri bisa dipindahkan ke rumah sakit di Ho Chi Minh,” papar Astrid melalui surat elektronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com