Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Mana Arah Prioritas Pendidikan Nasional?

Kompas.com - 31/03/2011, 03:31 WIB

Oleh Hafid Abbas

Pada 23 Maret lalu harian ini melaporkan bahwa sampai saat ini 88,8 persen sekolah di Indonesia, mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal.

Berdasarkan data yang ada, 40,31 persen dari 201.557 sekolah di Indonesia di bawah standar pelayanan minimal, 48,89 persen pada posisi standar pelayanan minimal, dan hanya 10,15 persen yang memenuhi standar nasional pendidikan. Dengan keadaan itu, pemerintah justru gencar menggelontorkan dana menciptakan rintisan sekolah bertaraf internasional: 0,65 persen.

Sedikit sekali sekolah kita yang memenuhi persyaratan. Bagaimana implikasinya terhadap mutu lulusan yang diharapkan? Orangtua tentu mulai khawatir jika pendidikan yang tengah atau akan dijalani anaknya di berbagai jenjang dan jenis pendidikan jauh dari mutu yang diharapkan. Berbahayalah jika masyarakat hilang kepercayaan kepada pemerintah atas kemampuannya menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi semua warga negara.

Indonesia-Malaysia

Risau seperti itu sudah lama muncul. Pada 2003, Menko Kesra Jusuf Kalla menugaskan seorang deputinya membandingkan mutu pendidikan kita dengan Malaysia. Kajian itu menunjukkan bahwa tingkat kesukaran ujian akhir jenjang SD di Malaysia untuk Bahasa Inggris relatif sebanding dengan tingkat kesukaran ujian akhir jenjang SLTA di Indonesia. Untuk IPA dan Matematika, tingkat kesukaran jenjang SLTP relatif sebanding dengan jenjang SLTA.

Artinya, Indonesia relatif tertinggal dari Malaysia 3-6 tahun dalam tingkat kesukaran materi ujian nasional. Standar kelulusan nasional Malaysia dengan tingkat kesukaran itu pada 2003 adalah 6, sedangkan Indonesia 3. Ini berarti, jika Indonesia meningkatkan standar kelulusannya 0,5 setahun, kita baru mencapai keadaan seperti Malaysia (2003) pada 2009. Jadi, Indonesia tertinggal 9-12 tahun dari Malaysia.

Tanpa bermaksud mengecilkan arti dan keberadaan sekolah bertaraf internasional (SBI) yang gencar dikembangkan itu, yang terpenting pada hemat saya adalah bagaimana kebijakan pengelolaan pendidikan dilakukan dengan langsung menyentuh inti peningkatan kualitas proses belajar-mengajar yang berlangsung di ruang kelas.

Malaysia kelihatannya tak tergila-gila mengembangkan SBI. Ia membenahi hal-hal pokok. Jika proses pengelolaan belajar-mengajar tak berkualitas, sebaik dan selengkap apa pun sarana dan prasarana sekolah, mutu pendidikan kita akan tetap tertinggal.

Yang perlu dipikirkan, bagaimana sampai pada titik temu, prioritas penggunaan anggaran untuk peningkatan kesejahteraan guru yang secara nyata berdampak pada peningkatan mutu proses belajar-mengajar, dan selanjutnya mutu lulusan dan mutu pendidikan secara keseluruhan. Guru diberi insentif mengembangkan media belajar, misalnya, demi meningkatkan kualitas belajar-mengajarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com