JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menginginkan agar pihak penyusun RUU APBN 2011 dipanggil oleh Ombudsman RI karena dinilai ikut bertanggung jawab atas keterlambatan penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS). Ombudsman juga didesak untuk memanggil pejabat pemerintah pusat yang bertanggung jawab menyusun RUU APBN 2011 dan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden RI di DPR RI pada Agustus 2010 lalu.
Peneliti senior ICW Febri Hendri mengatakan, para pejabat terkait ditengarai telah memasukkan dana BOS Rp 16 triliun dalam komponen transfer ke daerah, yakni Dana Penyesuaian sehingga bertanggungjawab atas keterlambatan penyaluran dana BOS triwulan pertama tahun 2011 oleh pemerintah daerah ke rekening sekolah.
Selain itu, lanjut dia, pejabat itu juga dapat dianggap lalai dan tidak hati-hati melihat kondisi aktual politik-anggaran dan politik-birokrasi daerah yang dinilai kerap "menyandera" pembahasan dan pengesahan APBD.
"Keterlambatan pengesahan APBD inilah yang seringkali menjadi alasan pemerintah daerah untuk menunda penyaluran dana BOS ke rekening sekolah," katanya.
Berdasarkan Nota Keuangan APBN 2011 halaman 4 paragraf 1 berbunyi, "Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengalihkan dana BOS ada Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp 16,8 triliun menjadi transfer ke daerah. Dengan demikian, jumlah belanja bantuan sosial, termasuk yang dialihkan menjadi transfer ke daerah dalam tahun 2011, seluruhnya mencapai Rp 78,3 triliun".
Dengan demikian, kata Febri, terdapat indikasi kesengajaan untuk mengubah mekanisme penyaluran dana BOS dengan tujuan untuk memperbesar dana transfer ke daerah. ICW menilai, tidak sepantasnya Pemerintah mengorbankan dana BOS untuk memenuhi target peningkatan jumlah transfer dana ke daerah.
"Banyak belanja pemerintah pusat dikuasai kementerian dan lembaga yang dapat dimasukkan dalam kelompok dana transfer ke daerah. Alokasi belanja barang dan jasa untuk kebutuhan sekolah seluruh Indonesia yang dikuasai oleh Kemendiknas misalnya bisa dimasukkan dalam kelompok dana transfer ke daerah," katanya.
Ia mengingatkan, dana BOS memiliki karakteristik berbeda dengan dana perimbangan lainnya karena merupakan sumber dana terbesar yang dibutuhkan sekolah guna menjalankan operasionalnya. Oleh karena itu, keterlambatan penyaluran dana BOS berakibat pada terganggunya pelayanan publik sekolah dan berpotensi memicu korupsi sistemik karena sekolah harus berhutang pada pihak ketiga.
Karena itu, menurut Febri, ICW juga merekomendasikan kepada Presiden dan DPR RI untuk menunda memasukkan dana BOS dalam kelompok dana transfer ke daerah atau dana penyesuaian dengan merevisi UU No 10 Tahun 2010 tentang APBD 2011.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.