MAKASSAR, KOMPAS -
Guru besar pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ir Baharuddin Patandjengi (51), di Makassar, Jumat (8/4), mengatakan, teknologi aeroponik dapat dilakukan cukup dengan mengembangkan benih di rumah kaca (
Dibandingkan dengan teknik pembibitan media arang sekam, metode tersebut jauh lebih ekonomis. Jika metode arang sekam hanya mampu membiakkan lima umbi benih dari satu bakal stek, sistem aeroponik bisa menghasilkan 25-30 umbi per bakal stek. Metode ini sudah mulai dikembangkan di beberapa daerah berdataran tinggi, seperti Malang, Bandung, dan Manado.
”Kami saat ini tengah mengkaji kemungkinan pemanfaatan mikroorganisme dalam tanah yang bisa lebih memacu produktivitas hingga 100 umbi per bakal stek,” ungkap Baharuddin yang juga penemu beberapa teknologi pembibitan kentang ini.
Bakteri dalam tanah itu mampu menghasilkan sejumlah nutrisi yang dibutuhkan benih kentang (
Jauh sebelum mengembangkan teknik aeroponik, Baharuddin telah lebih dulu menerapkan sistem kultur jaringan, dan deteksi dini terhadap virus yang menyerang induk tanaman kentang. Ketika digagas pada tahun 2002 silam, kedua sistem itu diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan benih yang selama ini diimpor dari Belanda, Australia, dan Perancis.
Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan, kebutuhan benih kentang nasional setiap tahun mencapai 120.000 ton untuk 80.000 hektar.