Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik atas Kebijakan Dana BOS 2011

Kompas.com - 14/04/2011, 04:05 WIB

Febri Hendri AA

Korupsi massal dan sistemis mengancam penyelenggaraan dana bantuan operasional sekolah triwulan I tahun 2011 di puluhan ribu SD dan SMP.

Risiko dana bantuan operasional sekolah (BOS) dikorupsi kali ini diprediksi lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, pelayanan publik sekolah sangat terganggu karena kekurangan dana operasional.

Korupsi massal dan sistemis dapat dipicu dua hal, yakni keterlambatan penyaluran dan buruknya sistem pengawasan atas penggunaan dana BOS.

Pada awal Januari 2011, pemerintah pusat telah menyalurkan dana BOS triwulan I tahun 2011 ke kas umum daerah. Namun, sampai akhir Maret hampir 50 persen pemerintah kabupaten/kota masih menunda penyaluran dana BOS ke sekolah. Alasan penundaan, antara lain, masih menunggu pengesahan APBD, pelengkapan dokumen sekolah, atau menunggu pelantikan kepala daerah hasil pilkada.

Akibatnya, sekolah terpaksa berutang pada berbagai toko untuk memenuhi kebutuhan operasional mereka. Bahkan, banyak sekolah terpaksa meminjam dana pihak ketiga untuk menutupi kebutuhan operasional karena keterlambatan dana BOS.

Utang dan pinjaman dana pihak ketiga ini akan memaksa sekolah memanipulasi laporan keuangan dan pertanggungjawaban. Manipulasi dilakukan untuk menutupi pelanggaran penggunaan dana BOS guna membayar bunga pinjaman. Sekolah melakukan penggelapan maupun mark-up atas pembelian barang kebutuhan operasional dan membuat pertanggungjawaban seakan-akan sesuai petunjuk teknis dana BOS atau peraturan perundang-undangan lain.

Manipulasi laporan keuangan dan pertanggungjawaban merupakan cara ampuh menutupi penyalahgunaan dan penyelewengan dana BOS. Praktik semacam ini sering kali luput dari pengawasan instansi terkait, khususnya dinas pendidikan atau tim manajemen BOS daerah dan lembaga pemeriksa internal, yakni inspektorat provinsi, kabupaten/kota.

Sekolah merupakan penyelenggara pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sebagai penyelenggara pelayanan publik, sekolah wajib melaksanakan pelayanan berkualitas sebagaimana diatur dalam Pasal 15 (e) UU dimaksud.

Selain itu, guru sebagai pelaksana pelayanan publik juga terancam melanggar asas pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Ayat (e) UU tersebut. Guru tidak mendapatkan dukungan dana dan barang untuk kegiatan belajar-mengajar dengan murid. Guru honorer juga terancam mendapatkan gaji lebih rendah dari sebelumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com