Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Pun Pernah Ditawari NII

Kompas.com - 27/04/2011, 16:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Yani mengatakan, dirinya juga pernah ditawarkan untuk bergabung dalam kelompok Negara Islam Indonesia pada tahun 1980-an. Akan tetapi, ia menolak tawaran untuk bergabung bersama mereka. Yani mengisahkan, orang yang mengajaknya bergabung adalah sahabatnya yang menjadi mentor Negara Islam Indonesia.

"Saya banyak bersentuhan juga dengan kawan-kawan NII pada tahun 1980-an. Sahabat baik saya itu, mentor NII, betul. Berkali-kali mencoba untuk merekrut saya. Hanya, dia tidak berhasil meyakinkan saya bahwa pola yang diperjuangkan atau yang diinginkan oleh NII tersebut," ungkap Ahmad Yani di Gedung Bina Manajemen, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2011).

Ia juga mengemukakan, ada kategorisasi dalam perekrutan. Kategori pertama merupakan orang intelektual yang sedang mengembangkan sayapnya di dunia luar. Adapun kategori kedua adalah orang yang memiliki kemampuan dalam hal keuangan karena mereka juga membutuhkan uang.

"Luar biasa, mereka bisa mengumpulkan uang dengan jumlah sebesar itu. Dalam rangka untuk menopang kerjaannya," kata dia.

Saat ditawari bergabung, Yani diajak oleh kelompok NII yang bukan berasal dari kelompok radikal. Akan tetapi, Yani mengaku tak tahu bagaimana sepak terjang kelompok itu saat ini. Ia justru mempertanyakan apakah kasus NII yang terjadi akhir-akhir ini benar kelompok tersebut atau hanya mengatasnamakan NII untuk kepentingan tertentu.

"Jangan sampai ini dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan-kepentingan tertentu seperti yang terjadi saat ini. Meskipun pola rekrutmennya memang pola mendekatkan diri ke kampus-kampus atau tokoh-tokoh tertentu," kata dia.

Penyebaran jaringan ini yang sudah semakin meluas, menurutnya, menuntut kemampuan cepat pemerintah untuk melacak orang-orang yang berada di balik kelompok tersebut. "Tidak mudah mencari jaringan ini, karena ini gerakan seperti sel-sel yang terputuskan. Tak bisa kita melacak siapa yang sesungguhnya," tandasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com