Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersiaplah, Tak Bisa Modal Dengkul...

Kompas.com - 04/05/2011, 15:59 WIB

Oleh Lukas Setia Atmaja

KOMPAS.com — Bahasa, pada umumnya bahasa Inggris, adalah salah satu persiapan yang tidak boleh disepelekan sebelum berangkat studi ke luar negeri. Kadang untuk negara tertentu, seperti Jerman dan Jepang, kita harus mempersiapkan bahasa negara yang dituju.

Untuk studi di Amerika Serikat (AS), kita harus mempersiapkan tes bahasa Inggris TOEFL, sedangkan Australia dan Inggris biasanya mensyaratkan test IELTS. Artinya, berburu beasiswa tidak bisa dengan modal dengkul, tetapi ada biaya dan usaha yang harus diinvestasi.

Selain itu, tentunya juga perlu doa yang kuat karena Anda bersaing dengan ratusan hingga ribuan pelamar dengan kualifikasi di atas rata-rata. Sebagai contoh, untuk beasiswa ADS, pelamarnya bisa lebih dari 5.000 orang, sedangkan beasiswa yang ditawarkan hanya 350 untuk jenjang S-2 dan S-3.

Kunci sukses

Apa pun pendanaan setelah berada di negeri orang, kita harus menyesuaikan dengan sistem pembelajaran di sana. Bagaimana caranya untuk berhasil dalam studi di luar negeri?

Saya selalu membagi tahap belajar menjadi dua: tahap awal (settlement) dan lanjutan. Masalah pada setiap tahap tentunya berbeda-beda dan perlu antisipasi solusi yang berbeda pula.

Selain itu, faktor lain, seperti jenjang program dan membawa keluarga, juga bisa memperumit situasi. Pada tahap awal, yang segera harus diatasi adalah masalah homesick. Ini tidak terasa saat kita berpisah di bandara Cengkareng. Yang ada hanya rasa bangga dan mimpi indah. Ketika menjejakkan kaki di negeri tujuan, kita masih terpesona oleh kondisi bandara dan segala hal baru yang kita temui.

Bulan pertama adalah saat yang berat karena kita harus mencari tempat tinggal yang sesuai. Beruntung bagi yang bisa langsung tinggal di perumahan atau asrama yang dikelola universitas. Biasanya ini lebih murah dan dekat dengan lokasi kampus.

Gaya hidup kita juga akan berubah drastis. Jika di Indonesia pergi selalu naik kendaraan pribadi, kini berganti moda transportasi umum. Bagi yang sudah berkeluarga, sebaiknya datang dulu sendirian, setelah beberapa bulan dan "mapan", barulah keluarga didatangkan.

Agar tidak terkena homesick berat, sebaiknya sering berkomunikasi dengan orang yang dicintai di Tanah Air. Selain itu, sesegera mungkin berteman dengan sesama mahasiswa dari Indonesia. Ini akan meringankan rasa rindu kampung halaman dan "gegar budaya" karena masih sama budaya dan bahasanya. Bergabunglah dengan komunitas mahasiswa Indonesia. Mereka biasanya amat ringan tangan dalam membantu kita untuk lebih cepat mapan.

Masalah makan juga bisa bikin pusing. Beruntung bagi mereka yang sekolah di negara dan kota yang terdapat banyak restoran yang menyajikan makanan Indonesia atau Malaysia.

Namun, tidak mungkin jika setiap hari makan di restoran. Ada baiknya, bagi yang tidak bisa memasak, mulai belajar memasak yang minimalis sejak di Indonesia.

Tahap lanjutan

Tahap ini adalah tahap mulai kuliah. Perlu persiapan mental bahwa sistem studi di luar negeri agak berbeda dengan di Indonesia.

Pada umumnya, mahasiswa diharapkan lebih mandiri dalam belajar. Misalnya, saat di AS, saya selalu harus membaca buku teks sebelum masuk kelas. Di kelas, dosen tak akan menerangkan suatu teori dari A sampai Z. Dia hanya akan menjelaskan hal-hal yang penting dan memancing diskusi.

Di program MBA dan sejenisnya, bobot untuk nilai partisipasi kelas cukup tinggi. Ini memaksa kita untuk datang ke kelas dalam keadaan supersiap. Tugas-tugas di luar kelas juga amat banyak. Pendek kata, konsep belajar di luar negeri lebih ditekankan pada belajar aktif. Mahasiswa diharapkan beraktivitas seharian di lokasi kampus.

Setelah kelas, biasanya mereka akan mencari tempat untuk membaca buku teks ataupun mengerjakan tugas. Di tahapan ini kita bisa mencari teman untuk belajar dan mengerjakan tugas kelompok.

Saat kuliah di program S-2, saya berteman baik dengan seorang mahasiswa Korea yang tak hanya pandai, tetapi juga sangat rajin. Ini berpengaruh positif pada semangat dan pola belajar saya. Satu kata untuk kunci sukses: proaktif dan jangan menunda pekerjaan!

Penulis adalah akademisi di Prasetya Mulya Business School, Jakarta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com