Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemulihan Ekohidrologi Belum Teratasi

Kompas.com - 05/05/2011, 04:13 WIB

Jakarta, Kompas - Pemulihan ekohidrologi gambut masih terhambat banyaknya kanal. Banjir dan kebakaran masih menjadi ancaman serius di kawasan gambut. Di Kalimantan, kanal-kanal itu menghubungkan Sungai Sebangau, Kahayan, Kapuas, dan Barito beserta anak- anak sungainya.

”Pembuatan tabat atau dam penghambat laju air gambut dari hulu masih sangat terbatas dibandingkan kanal yang dijadikan jalur mengeluarkan kayu oleh pembalak dari dalam hutan. Belum lagi banyaknya kanal yang semula ingin dijadikan jalur irigasi pada Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar,” kata Direktur Wetlands International Indonesia Programme I Nyoman Suryadiputra, Rabu (4/5) di Jakarta.

Ahli ekohidrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Fakhrudin, mengatakan, prinsipnya penutupan kanal harus diupayakan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan gambut. Pembuatan dam-dam masih sebatas mengurangi laju air rawa gambut.

”Kanal yang bisa menguras air rawa gambut harus ditutup,” kata Fakhrudin.

Sementara itu, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivinc S Hommes saat mengunjungi Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, Sabtu pekan lalu, mengatakan, pemerintahnya belum memutuskan mengambil peran menutup kanal di kawasan gambut di Kalimantan. Eivinc secara khusus menyoroti lambannya Pemerintah Indonesia menyelamatkan hutan, seperti tersendatnya keputusan moratorium hutan.

Nyoman menambahkan, perhatian dunia saat ini tertuju ke Indonesia, terutama Kalimantan, untuk mewujudkan agenda mitigasi perubahan iklim, di antaranya mengurangi karbon melalui program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation/REDD).

”Termasuk Norwegia yang punya komitmen menyalurkan dana 1 miliar dollar AS untuk Indonesia dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Untuk penyelamatan kawasan gambut ini,” katanya.

Kondisi kanal dan dam

Sebenarnya, kata Nyoman, masyarakat lokal di Kalimantan sejak lama membuat kanal di lahan gambut sebagai jalur masuk dan keluar hutan gambut untuk mencari nafkah. Namun, jalur itu tak sepanjang kanal-kanal yang lalu dibuat pembalak kayu liar atau pemerintah saat menjalankan Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar.

Beberapa saluran irigasi untuk PLG Sejuta Hektar antara lain saluran primer induk sepanjang 187 kilometer, saluran primer utama 958,18 km, saluran sekunder 913,28 km, saluran tersier 900 km, dan berbagai saluran kuarter serta saluran-saluran kecil (saluran cacing). Saluran-saluran itu menjadi kanal yang menguras air rawa gambut dan menghubungkan ke sungai-sungai besar di Kalimantan.

Kepala Balai Taman Nasional Sebangau Hariyadi memaparkan, dari kawasan hutan seluas 568.700 hektar sekarang tersebut sudah dibuat 428 dam. Pembangunan dam-dam tersebut bagian proyek REDD yang dijalankan pemerintah, meliputi 141 dam untuk kanal yang menuju Sungai Bakung, 143 dam pada kanal menuju Sungai Rasau, dan 144 dam pada kanal yang menuju Sungai Bangah.

Sebanyak 428 dam itu terbatas pada kanal yang tak terlampau lebar. Eivinc juga mengunjungi salah satu kanal besar, yaitu kanal Sanintra Sebangau Indah sepanjang 24 km. Pada kanal itu baru dibangun lima dam. (NAW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com