Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Sisdiknas Berpaham Pasar Bebas

Kompas.com - 12/05/2011, 05:26 WIB

Jakarta, Kompas - Bukan sesuatu yang aneh jika pendidikan Pancasila tidak lagi diajarkan di semua jenjang pendidikan di Indonesia. Ini disebabkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi acuan berpaham pasar bebas atau kapitalisme.

Paham kapitalisme dan privatisasi sangat terlihat jelas dalam pasal-pasal UU Sisdiknas, seperti adanya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan pasal Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Dalam paham kapitalisme, tidak ada tempat bagi keadilan sosial karena kesempatan terbuka lebar bagi pemilik modal atau kelompok kaya.

Demikian pendapat Guru Besar (emeritus) Pancasila Universitas Nusa Cendana Kupang Mesakh Taopan (74), Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bahtiar Effendy, dan sejumlah praktisi pendidikan lainnya, Rabu (11/5).

Direktur Eksekutif Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen mengatakan, landasan pendidikan kita memang sangat kacau. ”Perlu reformasi gradual dan fundamental,” katanya.

Lody Paat mengatakan, UU BHP memang dihapuskan Mahkamah Konstitusi. Namun, pasal BHP di UU Sisdiknas tidak dihapuskan.

”Artinya memang sejak awal pemerintah berniat melepaskan tanggung jawab pendidikan pada mekanisme pasar. Pemerintah hanya akan menanggung pendidikan dasar saja,” kata Lody Paat.

Padahal, pendidikan jika dilepaskan pada mekanisme pasar, yang terjadi tidak akan ada lagi keadilan dan pemerataan pendidikan. Akses pendidikan pendidikan terbuka luas hanya bagi masyarakat kaya.

”Padahal di negara-negara liberal pun, persoalan pendidikan menjadi tanggung jawab negara,” katanya.

Sementara Bahtiar Effendy menambahkan, jika semua pihak serius ingin mempraktikkan Pancasila, maka harus dibuat mekanismenya agar kebijakan publik yang disusun memiliki perspektif Pancasila.

”Kita hanya memiliki Mahkamah Konstitusi yang bertugas mencocokkan peraturan yang ada dengan UUD 1945. Iran dan Turki memiliki komisi ideologi,” kata Bahtiar.

Musyawarah hilang

Mantan anggota DPR, Ferry Mursyidan Baldan, menambahkan, bukan cuma mata pelajaran Pancasila yang hilang, nilai-nilai Pancasila pun sudah mulai ditinggalkan dalam kehidupan berpolitik.

Musyawarah untuk mufakat yang menampung semua aspirasi, termasuk kelompok minoritas, kini ditinggalkan dan diganti menjadi suara terbanyak dalam pengambilan keputusan.

”Politik menjadi kehilangan seninya. Karena yang ada dalam politik adalah menang atau kalah, tidak lagi memengaruhi,” kata Ferry menambahkan.

Mesakh Taopan mengatakan, rapat senat Universitas Nusa Cendana pada tahun 2004 bersepakat pendidikan Pancasila tetap dipertahankan meski tidak tercantum dalam kurikulum Sisdiknas.

”Kini mungkin Universitas Nusa Cendana satu-satunya perguruan tinggi yang masih mempertahankan pendidikan Pancasila,” ujarnya.

(ELN/LUK/NOW/ANS/KOR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com