Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Program Studi "Kering"

Kompas.com - 13/05/2011, 16:40 WIB

KOMPAS.com - Tiga tahun terakhir, kesibukan dosen Sastra Jawa Universitas Indonesia bertambah. Seiring lonjakan peminat mahasiswa baru, kuota penerimaan mahasiswa bertambah menjadi dua kelas. Mahasiswanya berjumlah 45-50 orang.

"Itu terhitung banyak," kata Ketua Program Studi Sastra Jawa UI Darmoko.

Sebelumnya, jumlah mahasiswa yang masuk bisa di bawah 20 orang. Belasan orang saja. Adapun jumlah dosennya 18 orang.

Program Studi Sastra Jawa UI tergolong salah satu program bukan favorit karena minimnya lapangan kerja. Dari 15 program studi di bawah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya di UI, Sastra Jawa dan Filsafat tergolong rendah peminat, jauh di bawah Sastra Inggris dan Sastra Jepang. Namun, kebijakan beberapa pemerintah daerah menambah kuota pegawai negeri sipil (PNS) dari latar belakang Sastra Jawa menjadi salah satu pemicu ledakan peminat.

Tak bisa dimungkiri, faktor peluang menjadi PNS menjadi daya tarik besar calon mahasiswa. Para lulusan Sastra Jawa, berdasarkan perhitungan pemerintah daerah, akan ditempatkan menjadi guru bahasa daerah.

Peneliti

Sebenarnya, menjadi guru bukanlah maksud pembelajaran Sastra Jawa di UI. Mahasiswa di jurusan itu didorong menjadi para peneliti dan pengkaji sastra dan budaya daerah. Oleh karena itu, mahasiswa dibekali metode penelitian sastra dan budaya daerah.

Selain pengenalan bahasa Jawa, para mahasiswa juga dikenalkan dengan bahasa Sunda dan Bali. Jadi, lulusan Sastra Jawa bisa meneliti sastra dan budaya di luar Jawa.

"Banyak yang kemudian sadar setelah belajar di sini bahwa ada banyak hal lain yang bisa dipelajari dan lakukan setelah lulus. Tidak hanya menjadi guru, tetapi juga peneliti dan menekuni pekerjaan lain," kata mantan Ketua Jurusan Prodi Sastra Jawa UI Prapto Yuwono.

Peluang dan harapan menjadi PNS juga melatarbelakangi ledakan peminat Jurusan Filsafat di perguruan tinggi negeri, di antaranya di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Tiga tahun terakhir, jumlah peminat Fakultas Filsafat UGM terus naik, secara berurutan 300-an peminat (2008), 400-an (2009), dan 500-an (2010).

Naiknya minat juga terkait kian terbukanya lapangan pekerjaan setelah lulus. Seperti terhadap lulusan Sastra Jawa, sejumlah kementerian dan pemerintah daerah akan membuka posisi bagi lulusan jurusan atau fakultas filsafat. Adapun jumlah mahasiswa Filsafat UGM yang diterima setiap tahun rata-rata 80 orang.

Tidak semua program studi yang minim peminat berasal dari ilmu sosial. Sejumlah program studi ilmu pasti juga menghadapi persoalan sama. Kalau tidak bisa disebut minim peminat, sebutlah kurang favorit. Di antaranya Jurusan Astronomi, Jurusan Meteorologi, dan Jurusan Oseanografi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dibandingkan dengan 37 jurusan lain di ITB, peminat ketiga jurusan itu memang minim.

"Pada tahun 2006, kuota 40 orang hanya terisi sepuluh orang," kata Direktur Pendidikan Direktorat Pendidikan ITB Kadarsyah Suryadi.

Ia menduga, minimnya peminat karena kurang sosialisasi. Padahal, lulusan ketiga jurusan itu akan memiliki kompetensi khusus. Lulusan astronomi akan dipakai dalam riset antariksa atau teknologi erbintangan. Adapun lulusan meteorologi sangat dibutuhkan terkait penyimpangan cuaca dan iklim yang saat ini melanda dunia.

Untuk menarik calon mahasiswa, sejumlah jurusan kurang favorit membuat sejumlah program, di antaranya memberikan lebih banyak beasiswa atau potongan biaya kuliah, seperti pernah dilakukan Jurusan Astronomi, Meteorologi, dan Oseanografi ITB.

Soal pragmatisme

Menurut Dekan Fakultas Filsafat UGM Muhammad Mukhtasar Syamsuddin, pada tataran S-1, pragmatisme sulit dihindari. Saat memilih fakultas atau program studi (jurusan), calon mahasiswa langsung berpikir soal lapangan kerja setelah lulus.

"Tren positivisme yang mengedepankan ilmu-ilmu terukur sangat berlawanan dengan ilmu filsafat," katanya.

Merespons zaman, Jurusan Filsafat UGM pun mengembangkan mata kuliah-mata kuliah kontekstual, seperti Filsafat Etika Bisnis atau Filsafat Etika Politik. Jika sejumlah jurusan bukan favorit harus bekerja keras menyosialisasikan diri, jurusan favorit terus diburu tanpa sosialisasi lagi.

"Jurusan Akuntansi atau Kedokteran selalu diburu. Perbandingan kuota dan peminatnya tinggi," kata Ketua Panitia Tetap Penerimaan Mahasiswa Baru UI Emil Budianto.

Untuk jalur undangan jurusan Akuntansi, UI menerima lamaran 6.941 calon mahasiswa, belum yang jalur ujian tertulis. Adapun peminat Jurusan.Kedokteran UGM, setiap tahun mencapai 22.000 orang dengan jumlah yang diterima 200 orang.

Bandingkan dengan Jurusan Filsafat, misalnya, yang peminatnya 500 orang untuk 80 kursi. Ini pun jumlah peminat terbesar, bukan rata-rata. Kampus-kampus pun membuat open house bagi pelajar SMA yang hendak melanjutkan kuliah.

Di U1, misalnya, sekitar 10.000 siswa menghadiri open house yang digelar dua hari. Semua fakultas dan program studi membuat stan khusus untuk sosialisasi.

Tetap dipertahankan

Meski minim peminat, jurusan-jurusan bukan favorit itu akan dipertahankan.

"Sudah ada keputusan untuk mempertahankan jurusan-jurusan kurang favorit, seperti Sastra Jawa," kata Wakil Rektor UI Bidang Akademis dan Kemahasiswaan Muhammad Anis.

Bahkan, apabila perlu, justru menambah jurusan jurusan lain sekalipun minim peminat. UI pernah menyiapkan tim untuk mendirikan Sastra Sunda, tetapi terkendala soal kepakaran para pengajar.

Di tengah gempuran pragmatisme, jurusan-jurusan "kering" itu masih memiliki optimisme. "

Filsafat sangat dekat dengan nilai-nilai kerakyatan. Sarjana filsafat diharapkan memberi jalan keluar atas kebuntuan pemerintah mengatasi masalah sosial saat ini," kata Mukhtasar. (ABK/ELD/GSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com