Jakarta, Kompas
Demikian disampaikan Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Suhartono di Jakarta, Minggu (15/5).
Tenaga kerja kontrak lepas (outsourcing) diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk kegiatan yang bukan pekerjaan utama perusahaan.
Namun, pengawasan yang minim membuat penggunaan outsourcing menjadi tak terkendali dan mulai merasuk ke bisnis inti pengguna jasa.
”Pertemuan ini berupa focus discussion group (FDG) yang melibatkan unsur tripartit dan para pakar, tenaga ahli dan akademisi di bidang ketenagakerjaan. Diskusi ini menindaklanjuti hasil kajian dari setiap unsur tripartit mengenai usulan revisi UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya penerapan outsourcing,” ujar Suhartono.
Pemerintah berharap LKS Tripartit Nasional dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah maupun DPR yang sedang menyusun kembali revisi dan usulan perubahan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut Suhartono, salah satu kajian rekomendasi terbaru tentang outsourcing disampaikan peneliti Pusat Analisis Sosial Akatiga Bandung, Indrasari Tjandraningsih, saat bertemu Mennakertrans, Jumat (13/5).
Hasil penelitian itu merekomendasikan pembatasan dan perlindungan pekerja atau buruh dalam sistem penyaluran tenaga kerja outsourcing. Pemerintah juga perlu memperkuat kompetensi dan menambah jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan di daerah.
”Rekomendasinya di antaranya perlu keputusan mennakertrans mengenai pengertian proses produksi, kegiatan inti, dan kegiatan penunjang dengan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar. Definisi tersebut ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan masukan dari wakil pengusaha dan wakil pekerja,” jelas Suhartono.