Nusa Dua, Kompas -
”Ketika ada surat edaran supaya program double degree didaftarkan ke Direktorat Akademik Ditjen Pendidikan Tinggi, kami sudah melakukannya tahun 2009. Tetapi sampai sekarang tidak ada respons resmi apakah program double degree kami diakui atau tidak. Kami beranggapan program diakui sehingga program double degree tetap jalan,” kata Ketut Buda Artana dari Kantor Internasional Institut Teknologi 10 Nopember (ITS), Surabaya, dalam workshop ”Internasionalisasi Pendidikan Tinggi: Tantangan dan Peluang Kerja Sama Indonesia-Belanda” yang digagas Nuffic Neso Indonesia (lembaga perwakilan pendidikan tinggi Pemerintah Belanda) dan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional di Nusa Dua, Bali, Rabu (8/6).
Keluhan serupa disampaikan Sultana MH Faradz dari Universitas Diponegoro, Semarang. Mahasiswa yang mengikuti program double degree mendapat dua ijazah sarjana dari perguruan tinggi dalam dan luar negeri.
Tidak adanya izin dari Kemdiknas dapat mengakibatkan ijazah sarjana dari luar negeri tak diakui atau perlu penyetaraan.
Hingga sekarang, program double degree yang dimintakan izin, kata Sultana, tidak jelas nasibnya. Padahal, perguruan tinggi sudah memenuhi semua syarat untuk pengajuan.
Supriyono dari Universitas Muhammadiyah Surakarta juga mempertanyakan tidak jelasnya proses pengajuan izin ke Kemdiknas. Perguruan tinggi berharap supaya kebijakan pemerintah tentang internasionalisasi pendidikan tinggi tidak dihambat urusan birokrasi.
Adhrial Refaddin dari Subdirektorat Kerja Sama Antarlembaga, Direktorat Kerja Sama dan Kelembagaan, Kemdiknas, menjelaskan, sebenarnya program double degree baru bisa dilaksanakan jika sudah keluar izin. Namun dalam kasus yang sekarang, tentu akan ada kebijakan.