Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Berat Perempuan Peneliti

Kompas.com - 20/06/2011, 15:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Dr Herawati Sudoyo mengatakan, perempuan peneliti menghadapi tantangan yang berat. Tantangan yang dihadapi adalah dilema saat memilih antara karier dan keluarga. Menurut dia, hal ini menjadi salah satu faktor mengapa jumlah perempuan peneliti tak sebesar angka statistik.

"Sebenarnya, (jumlah) banyaknya perempuan peneliti bukan masalah. Berdasarkan data statistik, kita punya 30 persen perempuan peneliti. Tetapi, di fakultas berapa banyak sih? Misal di MIPA, berapa banyak? Kemudian dibandingkan dengan jenjangnya, ada angka-angka yang hilang," kata Hera, sesuai peluncuran L'Oreal Fellowship for Women in Science, Senin (20/6/2011) di Jakarta.

Padahal, menurut Hera, perempuan peneliti juga bisa memberikan andil dan kontribusi di bidang ekonomi. "Tetapi, kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, di dunia juga terjadi. Passion sudah ada, tapi setelah harus memilih antara keluarga dan karier, dia harus memilih. Sebab, menjadi peneliti itu dituntut totalitas, tidak bisa tanggung-tanggung," ujarnya.

Apa upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemauan meneliti kalangan perempuan? "Masalah yang dihadapi, perempuan mengerem dirinya sendiri ketika dia berhadapan pada pilihan keluarga atau menjadi peneliti. Harus ada pemberdayaan, memberikan fasilitas di tempat kerjanya sehingga dia masih bisa bekerja dan keluarga bisa jalan. Di Thailand, perempuan yang menduduki posisi tinggi banyak yang tidak memiliki keluarga. Apalagi kalau di bidang Life Science. Banyak perempuan yang mundur karena kalau dia memilih menekuni dunia penelitian, waktunya akan banyak dihabiskan di laboratorium," papar Hera.

Sementara itu, pakar pendidikan Arief Rachman berpandangan, dua problem yang dihadapi perempuan peneliti adalah problem kultural dan ekonomi.

"Secara kultural, perempuan sudahlah, di rumah saja. Secara ekonomi, peneliti di Indonesia belum mendapatkan imbalan keuangan yang kuat. Mereka seolah-olah harus jadi patriot," kata Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com