Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapor dan Ijazah Ditahan, Orangtua Murid Kelimpungan

Kompas.com - 25/06/2011, 03:51 WIB

Halaman SMP Negeri I Jakarta ramai orang saat pembagian rapor siswa, Jumat (24/6) siang. Sebagian siswa dan orangtua berwajah ceria karena rapor di tangan dan hasilnya memuaskan. Namun, sekelompok orangtua justru berwajah tegang. Rapor hasil belajar anak belum di tangan.

”Rapor anak saya tidak diberikan. Alasan guru karena saya belum menyelesaikan administrasi keuangan sekolah dalam satu tahun ini. Kami memang sengaja tidak membayar uang administrasi karena tidak ada transparansi penggunaan uang itu,” tutur Widi Wiratmoko, salah satu orangtua siswa.

Widi tidak sendiri. Dia memperkirakan ada 125 siswa yang bernasib serupa dengan putranya. Mereka berasal dari kelas I-III. Alasan yang dikemukakan pihak sekolah sama.

Siswa kelas III bahkan tidak diberi ijazah kendati mereka sudah lulus. Padahal, siswa yang lulus harus melanjutkan sekolah ke SMA. Orangtua yang menolak membayar administrasi sekolah ini merasa tidak pernah diajak berembuk dan membahas kebutuhan dana sekolah dan besaran nilai yang dikutip dari setiap orangtua murid.

”Ada beberapa orangtua murid yang dipilih pihak sekolah dan diajak membicarakan besaran uang yang dipungut dari orangtua. Namun, kami merasa tidak terwakili karena tidak diajak bicara atau berdiskusi tentang dana yang dipungut. Tiba-tiba saja kami disuruh membayar uang sekolah,” kata Widi.

Besar pungutan bervariasi. Roslina, salah satu orangtua siswa, harus membayar Rp 500.000 per bulan untuk sumbangan pendidikan. ”Sebenarnya, berapa kebutuhan pendidikan anak, pasti kami usahakan. Namun, selama ini, uang itu tidak jelas digunakan untuk apa. Anak saya juga merasakan tidak ada perubahan fasilitas apa-apa,” kata Roslina.

Kepala SMPN I Jakarta Subarjo membantah. ”Kami tidak pernah menahan rapor siswa. Soal iuran, sepenuhnya tanggung jawab komite sekolah, bukan kami,” ujarnya saat dihubungi.

Ia mengatakan, saat orangtua datang mengambil rapor siswa, para guru menyerahkan rapor, lalu meminta orangtua membereskan kewajiban iurannya.

”Memang ada guru yang meminta orangtua menyelesaikan kewajiban keuangannya di komite, setelah itu baru mengambil rapor. Kalau mereka tidak bersedia, ya, silakan datang kembali ke guru yang bersangkutan dan mengambil rapornya. Guru hanya mengingatkan, tidak menahan rapor,” kata Subarjo.

Menurut Subarjo, pungutan rutin yang dilakukan komite digunakan antara lain untuk biaya pertukaran pelajar dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com