Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebohongan di Gerbang Pendidikan Dasar

Kompas.com - 07/07/2011, 03:45 WIB

Inggit Halena hanya bengong ketika orangtuanya marah-marah, Rabu (6/7) pukul 17.00. Orangtuanya, Afe Risakota (45) dan Desi Risakota (40), kecewa kepada panitia penerimaan siswa baru Sekolah Dasar Negeri Depok Jaya 01, Kota Depok. Inggit yang berusia 6 tahun 4 bulan gagal masuk ke sekolah itu karena umur.

Afe mencium ada yang tidak beres. Anak temannya berinisial Jnt baru umur 5 tahun 9 bulan bisa diterima. Jnt dapat diterima walaupun umurnya kurang karena telah membayar Rp 2 juta kepada panitia.

Gelagat ketidakberesan, tuturnya, terlihat saat panitia molor mengeluarkan pengumuman (jurnal) penerimaan siswa baru. Di sekolah lain, jurnal terakhir pendaftaran siswa diumumkan sekitar pukul 12.00 sesaat setelah pendaftaran untuk siswa SD berakhir.

Mengenai hal ini, Candra, panitia penerimaan siswa baru SD Negeri Depok Jaya 01, mengatakan, pihaknya tidak ada niat mengulur pengumuman. Pengumuman molor karena guru SD Negeri Depok Jaya 01 sibuk menjadi pengawas ujian peserta Kejar Paket C.

Persoalan penerimaan siswa baru juga terjadi di sekolah lain di Depok. Pungutan biaya, seperti yang disampaikan Afe, terbukti di SD Negeri Depok Baru 05. Pihak sekolah secara terbuka meminta ”sumbangan” kepada orangtua calon siswa dengan nilai Rp 1 juta sampai Rp 3 juta.

Akhirnya pihak sekolah mengembalikannya setelah pejabat Dinas Pendidikan Kota Depok memerintahkan pengembalian. Pungutan selama pendaftaran tidak dibenarkan walaupun untuk alasan pembangunan sekolah. Dana ini sudah dialokasikan dalam bantuan operasional sekolah atau BOS.

Kebohongan kecil ini terungkap tanpa ada sanksi yang jatuh. Kebohongan kecil berikutnya terjadi saat pengumuman calon siswa yang diterima.

Entah sengaja atau tidak, panitia penerimaan siswa SD Negeri Depok Baru 05 tidak mencantumkan tanggal lahir calon siswa di papan pengumuman. Panitia hanya mencantumkan umur siswa.

Hal ini berbeda dengan yang terjadi di lima SD negeri lain di Depok yang dikunjungi Kompas. Di SD Negeri Depok Baru 02 dan 06, misalnya, panitia mencantumkan jelas tanggal lahir siswa sesuai dengan akta kelahiran. Siswa yang berumur lebih tua berada pada ranking teratas, berikutnya ke bawah semakin muda.

Said, panitia penerimaan siswa baru SD Negeri Depok Baru 05, mengatakan, pengumuman usia tanpa menyebut tanggal lahir untuk memudahkan orangtua calon siswa.

Salah satu korban karut-marutnya seleksi umur ini adalah Siska Febriani, kelahiran 25 Februari 2005. Siska harus terdepak pada hari pertama pendaftaran siswa SD Negeri Depok Baru 05, Senin (4/7) pagi. Saat dia terdepak, Siska berumur 6 tahun 4 bulan.

”Hari pertama itu sudah ada pengumuman, tetapi namanya tidak masuk dalam daftar,” kata Amin, (57), kakek Siska.

Kemudian Siska mendaftarkan diri ke SD Negeri Depok Baru 02, Kota Depok. Amin lega, cucunya dapat menikmati pendidikan dasar di sekolah negeri. Namun, ada hal yang masih mengganjal bagi Amin. Dia belum mengerti mengapa Siska gagal bersekolah di SD Negeri Depok Baru 05, padahal di papan pengumuman ada empat calon siswa sekolah yang usianya baru 6 tahun 1 bulan.

Status

Pendidik Arief Rachman mengatakan, kasus pungutan liar, uang sogokan, atau uang sumbangan khusus agar anak diterima di sekolah tertentu, umumnya sekolah favorit, menandakan banyak orangtua dan siswa memilih sekolah karena statusnya saja. ”Seharusnya orangtua belajar mengenali bakat maupun hobi si anak. Dengan demikian, sekolah di mana pun, kemampuan anak tetap akan terasah,” kata Arief.

Menurut Arief, jika pendidikan dilaksanakan untuk menggali potensi, mengembangkan wawasan, dan mengajari anak berpikir mendalam, tidak akan ada kasus pungutan liar. Baik guru maupun orangtua tidak akan mempunyai alasan melakukan tindakan tidak terpuji itu.

Sementara itu, kegiatan penerimaan siswa baru di Jakarta Selatan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, hingga kemarin berjalan normal.

”Belum ada laporan miring terkait penerimaan siswa baru. Namun, saya sudah meminta suku dinas pendidikan untuk segera merespons kalau ada laporan pungli, khususnya bagi penerimaan di sekolah negeri. Kepala sekolah dan guru panitia penerimaan juga sudah diperingatkan,” kata Wali Kota Jakarta Selatan Syahrul Effendi.

Di Depok saat ini kekurangan bangku sekolah sehingga dinas pendidikan membolehkan rasio kelas 40 siswa. Sementara idealnya dalam satu kelas ada 36 siswa. Fakta ini sangat berbeda dengan daerah di luar Jawa.

Selanjutnya, terjadi mekanisme pasar dalam dunia pendidikan dasar. Orangtua yang berduit berani menawar agar anaknya mendapat bangku di sekolah favorit. Akhirnya, anak-anak miskin semakin sulit masuk ke sekolah negeri.

Di mana fungsi mendidik lembaga pendidikan jika mereka berbohong soal umur calon siswa? (NDY/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com