Thomas Suyatno, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPTSI), Jumat (8/7), mengatakan, pemerintah dapat mengawasi perguruan tinggi swasta (PTS) supaya tetap berprinsip nirlaba. Jika terjadi pelanggaran, misalnya memakai keuntungan perguruan tinggi untuk memperkaya diri pemilik atau pengurus, bisa diproses secara hukum.
”Perguruan tinggi swasta memang harus memiliki kelebihan sisa usaha. Jika tidak, bagaimana bisa terus beroperasi dan meningkatkan mutunya. Akan tetapi, PTS harus memakai keuntungan itu untuk mengembangkan perguruan tinggi. Bukan untuk dibagi-bagikan kepada pemilik, pendiri, pengurus, atau pengawas,” kata Thomas.
Menurut Thomas, pemerintah tidak perlu meragukan PTS nirlaba atau tidak. Pasalnya, PTS yang berada di bawah yayasan berarti harus nirlaba. Yayasan itu merupakan badan hukum PTS yang bukan lembaga untuk mendapatkan profit.
Thomas mengatakan, ABPTSI sudah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sejak 2010 supaya PTS diberikan keringanan pajak. Yang cukup mendesak supaya pajak sisa hasil lebih atau keuntungan yang harus diinvestasikan kembali untuk pengembangan pendidikan bisa dibebaskan lebih dari empat tahun.
”Kami mengajukan diberi waktu sampai enam tahun,” ujarnya.
Ketua Asosiasi
”Bahkan, jika memang suatu PTS harus ditutup karena sudah tidak dapat melayani pendidikan mahasiswa dengan baik, kami dukung pemerintah untuk menutupnya,” kata Suharyadi.
Kasiyarno, Rektor Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, mengatakan, PTS juga ingin mencerdaskan masyarakat. Pengurangan pajak bisa membuka kesempatan masyarakat masuk PTS.