Data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menunjukkan, ketidaksesuaian ilmu guru dengan pelajaran yang diampunya banyak pada jenjang sekolah menengah atas (SMA). Sekitar 49,24 persen guru SMA (total 252.947 guru) dalam kondisi seperti itu.
Pada urutan kedua terjadi pada jenjang SD. Sebanyak 542.002 guru (34,8 persen) dari 1,55 juta guru SD masuk kategori itu.
Pada jenjang SMP, sebarannya 31,49 persen dari 166.881 guru. Adapun pada jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK), jumlahnya 40.208 orang (22,68 persen).
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma di Jakarta, Senin (18/7), mengatakan, profesionalisme dan kualitas guru di Indonesia masih jadi persoalan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. ”Padahal, dari kajian Kemendiknas, rasio antara guru dan murid di Indonesia sama baiknya dengan negara maju lainnya. Namun, masalah distribusi guru di negeri ini memang bermasalah. Pengangkatan dan pengaturan soal guru tak sesuai aturan,” kata Satria.
Menurut dia, dinas pendidikan daerah tak memerhatikan kondisi dan kebutuhan sekolah dalam penempatan guru. Selain itu, perpindahan guru juga sering kali tak menyesuaikan kebutuhan suatu sekolah.
”Kondisi guru yang banyak mismatch itu akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran. Ditambah lagi pendidikan guru berkelanjutan yang tidak jalan. Tanpa pembenahan yang serius soal kondisi guru saat ini, sulit berharap kemajuan pendidikan yang signifikan,” ujar Satria.
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, pemetaan kebutuhan guru yang sesuai dengan rombongan belajar dan mata pelajaran harus bersumber dari sekolah. Pendataan akurat dari seluruh sekolah itulah yang harus jadi pegangan menempatkan guru yang sesuai kebutuhan serta latar belakang pendidikan.
Kondisi guru yang mengajar pelajaran yang tak sesuai ilmunya, lanjut Sulistiyo, dapat berpengaruh pada kompetensi guru. Oleh karena itu, penerapan untuk menyesuaikan latar belakang pendidikan guru dengan tugasnya harus diawasi ketat dengan semangat meningkatkan profesionalisme guru di Tanah Air.
Berdasarkan pengujian Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 untuk mengetahui tingkat kelayakan dan kompetensi guru, penguasaan materi guru sesuai mata pelajaran yang diampunya sangat rendah jika dibandingkan dengan kemampuan umum. Rerata hasil tes guru pada saat ujian yang sesuai mata pelajaran yang diajarkan di bawah 25 persen.
Iwan Hermawan, Wakil Kepala Sekolah SMAN 9 Bandung, mengatakan, di sekolah-sekolah perkotaan banyak terjadi kelebihan guru yang sama latar belakang pendidikannya. Akibatnya, terpaksa ada guru yang diminta untuk mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai.
Ia menyebut guru Sosiologi di jenjang SMA, justru minim yang berlatar belakang ilmu sosiologi. ”Jika ada penghapusan atau penambahan mata pelajaran, guru-guru yang ada disesuaikan juga. Seperti guru Sosiologi, banyak yang berlatar belakang pendidikan sejarah atau geografi, misalnya,” ujar Iwan.
Ketidakcocokan latar belakang ilmu guru dengan pelajaran yang diampu juga melanda pelajaran Matematika. Guru dengan latar belakang Fisika dianggap cukup mampu untuk mengajar Matematika.